Bau pengap mengerubungi hidung pesek anak berusia sembilan tahun ini. Rasa perih menjalar dari leher hingga perutnya. Lelaki bertubuh pendek yang menariknya tadi mulai berani memukul Musa.
"Mulai hari ini, Lo harus kerja sama gue," jelas Bang Otan, "bentar lagi mobil bakalan nyusul dan bawa Lo ke kota."
"Apa-apaan nih, ntar kalo kakek nyariin gimana?"
Otan segera mengeluarkan telepon genggamnya seraya memutar bualannya tentang Musa kepada Pak Cik. Dan masalahnya, Pak Cik percaya bahwa Musa akan di sekolahkan di kota tanpa perlu biaya. Geram sekali Musa kepada orang ini.
Sebuah mobil hitam berhenti tepat setelah rekaman suara Otan selesai. Aku segera disorong paksa masuk ke dalam mobil itu. Di dalam sana seketika semua menjadi gelap.
-------
"Vin, gue mau ke tukang bakso lagi, Lo mau ikut gak?"
"Nggak ah, tiap hari makan bakso apa rasa."
Antrian di kedai bakso lumayan panjang. Aku menunggu dengan sabar sambil menghitung uang hasil mulungku hari ini. Lumayan bisa buat nabung sama beli bakso dua bungkus. Di belakangku ada bapak-bapak tua yang gerak-geriknya seperti sedang mengintaiku. Aku tidak peduli dengan apa yang dilakukannya. Tiba-tiba seorang ibu-ibu sosialita mengeluh karena gawainya tersenggol bapak tua tadi.
"Apaan sih tua, ntar kalo hp gue rusak gimana?"
Si bapak tua dipukul dengan tas bermerek yang tentunya hanya imitasi. Bapak tua itu terjatuh tepat di sebelahku. Aku segera menolongnya berdiri dan mencoba menenangkannya. Keadaan kembali normal ketika ibu itu mulai sibuk dengan teman-temannya di medsos dan lupa dengan kejadian yang baru dialaminya. Aku mencoba memijat bagian kaki pak tua seadanya. Hingga sampai giliranku untuk memilih bakso.
Dua bungkusan bakso sudah digenggaman. Ketika hendak berbelok di perempatan jalan, aku melihat pak tua itu mengikutiku. Aku tidak berpikir macam-macam. Mungkin kebetulan kita searah.