Victor duduk di tengah lapangan bersama teman-temannya.
Beristirahat sejak 1 jam bermain bola. Nahar meneguk soda sembari mengipas lehernya, selepas berhenti meminum soda suara sendawa keluar ketara.
“Muke gile,” celetuk Victor.
“Ah! Mantap!” tawanya dibuat-buat seperti raksasa.
Petir pun bergemuruh. Sontak mereka tersentak. “Samber gledek!,” latah Nahar.
Ponsel Victor pun berdering. Sebuah pesan masuk dari Neina, pacarnya sejak kelas 1 hingga kini. Victor membaca pesan dari Neina, pesan itu memberitahu pada Victor bahwa ada perubahan kelas.
Pasalnya satu semester lagi mereka menginjak tingkat 12. Yaitu berarti segera bertemu dengan ujian Negara. Maka dari itu supaya teratur, pihak sekolah mengurutkan kelas sesuai dengan nomor induk siswa.
“Na-er,” panggil Victor pada soulmate-nya, Nahar menoleh.
“What, oppa oppa Korea,” sahut Nahar.
“Nih, si Neina, dia bilang kelas dirombak,” info si Victor.
“Iyo, bukan dirombak tapi diurutin,” Nahar meneguk sodanya lagi.
Victor membuka file PDF yang Neina kirim. Disana terdapat kolom-kolom nama siswa yang sudah dikelompokan sesuai nomor induk. Dan ternyata Victor sekelas dengan Nahar, juga Neina.
“Bro kita sekelas besok,” ujarnya tanpa mengalihkan pandangannya dari layar.
Kini Victor memperlihatkan ponselnya kepada Nahar. Nahar mengangguk-ngaguk.
Ada satu nama yang membuat Nahar terkejut. Lebih tepatnya gembira mengetahui nama tersebut besok waktu masuk sekolah pertama setelah libur semesteran, akan satu kelas dengannya.
“Rian,” seru Nahar, “uyee!”
“Masih suka sama dia, dah berapa lama dipendem. Perasaan disamain biji, biji dipendem berbuah, lha perasaan dipendem kagak berbuah yang ada gelo,” herannya Victor.
Victor bertanya sambil membuka IG Neira. Setiap Neina update foto, entah mengapa Victor seperti mendapat pesan tersirat bahwa dirinya harus menyetuh icon suka pada foto Neina.
“Rian itu beda oppa, jadi harus pelan-pelan deketinnya,”
Victor bertanya dengan suara pelan sembari fokus menyentuh icon suka pada foto Neina, “Napa?”
“Rian kagak pernah pacaran, istilahnya barang langka, masih fresh, jadi perlu hati-hati kalo ngerawat.” Jelas si Nahar.
“Dari mukanya dia, dia kelihatan berpengalaman pacaran, masa belum pernah,” Victor meragukannya.
“Dia anak rumahan,” tukas Nahar.
“Tau dari mane?” kini Victor selesai dengan pekerjaannya—menyukai foto pacarnya.
“Dulu temen SMP sampai sekarang kagak pernah liat dia digandeng cowok, dari dulu juga dia gak berubah sama sekali,”
Victor tersenyum jahil pada Nahar.
Ia tau bahwa temannya ini paras muka rata-rata, sedangkan Rian menurut Victor seorang perempuan cantik yang susah didekatin. Victor hanya mampu tersenyum jahil yang sebenarnya tersenyum kasihan.
“Cewek cantik susah didapet, bro, incer yang biasa-biasa aja, yang penting bikin nyaman.” Victor menepuk punggung Nahar.