Nahar dan Victor asik berbicara setelah mereka menyelesaikan makanan. Neina yang duduk di depan mereka, terkejut dengan kecepatan makan mereka.
Neina sendiri sibuk membuka ponsel. Sesekali Neina bergantian, makan lalu mengirim seseuatu kepada seseorang yang ada pada ponselnya.
Neina sedang disibukan dengan kegiatan organisasi siswa. Bulan Agustus merupakan bulan paling sibuk bagi organisasi siswa, akhir semester, tengah semester, pentas seni, dan banyak hal lain.
Kali ini Neina memegang bagian belanja properti. Faktanya tugas Neina paling merepotkan apalagi bila dana yang didapat tak seseuai dengan harga barang.
Dulu Neina pernah mendampingi seniornya yang dulu mendapat tugas sama. Seniornya dulu sempat mengeluarkan dana tambahan dengan uang pribadinya karena kurang. Saat nota ditunjukan kepada bendahara, bendahara lapor tentang dana tersebut, wakil kepala sekolah menegur si senior.
Menegur atas ketidak pandaian senior memilih barang. Keinginan wakil kepala sekolah yang harus berhemat dilanggar oleh senior, tapi hemat yang dipaksa wakil kepala sekolah berlebihan seperti sekolahnya terlalu miskin membeli barang yang hanya mahal 500 perak lebih.
Maka dari itu Neina benar-benar mencari barang yang murah. Ia dengan teliti supaya dana yang diberikan pas dengan barang yang akan dia beli.
Neina malas berurusan dengan wakil kepala yang super hemat (pelit) itu.
Saat Neina beristirahat dengan ponselnya. Ia meletakan di depan nampannya, melanjutkan memakan pasta di nampannya.
“Kalian makan cepet amat,” komentar Neina setelah menelan pastanya.
“Nona sibuk mainan gadget, bukannya kami makan cepet,” ralat Nahar.
“Ada apa emangnya, Nei?” kini suara Victor.
“Bukan apa-apa, cuma lagi cari orang jualan papah pisang yang deket,”
“Buat apaan?” serobot Nahar.
“Bentar lagi tujuh belasan, Nahar, lagi sibuk-sibuknya cari bahan buat lomba.”
Entah kenapa Neina kesal menjelaskannya. Mungkin faktanya bukan hanya Nahar yang menanyai kesibukan Neina, Neina terlalu muak menjawab pertanyaan itu dengan jawaban sama.
“Lagian lomba tujuh belasan masih jauh banget, enam bulan lagi.”
“Kamu lupa, ya, Na-er. Tahun lalu kita gak ada lomba tujuh belasan, karena tumpukan sama bulan puasa. Jadi dipindah ke bulan Januari.”
“Kenapa gak Juni aja?” sahut Nahar lagi.
“Bulan Juni itu ulangan sekolah, Mei kalo gak bulan Maret ada UTS, April, kakak kelas ujian nasional, Febuari mereka ujian praktek. Jadi bulan INI, itu sarannya WAKA(wakil kepala sekolah).”
“Jan marah nona, saya kan gak tau.”
“Abis pusing tau gak sih, ngurus beli barang, kalo ketemu barangnya, harga jual melebihi dana entar diomelin WAKA. Pusing tau,” sembur Neina frustasi.
“Cewek lu lagi dapet, ya,” ujar Nahar menyikut lengan Victor tanpa mengalihkan pandangannya pada Neina.
Neina menggebrak meja, brak! Ia tersinggung dengan ketidak seriuasan Nahar, “Enggak!”
Victor dan Nahar tersentak dari kursinya, “Tenang, tenang, bu, tenang.” ujar Victor.
“Emang kenapa si dragon city?” tanya Nahar.
“Dragon city?” ulang Neina.
“Itu bu Ari, wakil kepala sekolah,” jelas si Victor.
Neina kembali merajuk, “Ya, gitu, suruh beli barang sesuai dana, tapi dana yang diberi pas-pasan. Entar beli mahal dikit dimarahin, kesel tau.” selama Neina menjelaskannya, kerutan di alis dan keningnya kentara jelas.