Rian duduk di ruang utama. Bermain dengan software di dalam komputernya. Kegiatan yang dia lakukan bukan berarti rian tidak tau apa yang kakaknya lakukan. Galdis, yang terpaut umur tujuh tahun dengan rian, sedang sibuk berdandan di depan kaca kamar ibu.
Gladis keluar dari kamar. Berjalan melewati diiringi suara gemericing kunci motornya. Dari pakaian rapi yang dikenakan Gladis, juga bunyi kunci motor itu, Rian dapat menyimpulkan bahwa kakaknya pergi kencan tanpa dijemput sang pacar.
Sudah pasti kakaknya main di mall. Rian mencodongkan badannya ke sebelah kanan tanpa beralih dari tempatnya.
“Kak, titip stowberry flout,”
“Ya.” sahut singkat sang kakak.
Kini tinggal Rian dan saudaranya di rumah. Saudaranya sedang bermain di ruang tamu.
Mereka fokus dengan kesibukan mereka sendiri. Malam yang tenang.
Rian melirik jam pada komputernya. Hari sudah pukul sepuluh malam. Saudaranya masuk ke kamar Rian. Duduk di kasur sembari menonton TV.
Suara gagang pintu rumah terdengar. Sang ibu pulang, Rian bisa tau suara nyaring ibunya. Lalu ia mendengar suara berat bapaknya yang sudah sebulan lebih tak pulang.
Rian beranjak dari tempat duduknya. Ia menutup pintu, hanya dia dan saudaranya di dalam kamar. Saudaranya duduk tertegun menatap pintu, sedangkan Rian memastikan pintu terkunci rapat.
Dibalik pintu orangtua mereka bertengkar. Suara mereka keras sekali. Bahkan tetangga Rian pernah berkata padanya bahwa mereka bisa mendengar jelas suara teriakan ibunya.
Rian tak heran lagi. Tentu saja pergi menghilang tanpa kabar dan uang, membuat ibu marah. Apalagi pulang-pulang hanya menyangkal bila ‘tidak berselingkuh’.
Teriakan mereka makin keras. Sang ibu berteriak ‘bodoh’, dan umpatan lainnya pada bapak. Ibunya memangkasar, kasar untuk seorang wanita. Maka dari itu Rian tidak heran mengapa bapaknya berseingkuh.