Tok! Tok!
Suara pintu yang diketuk oleh Victor. Dibelakangnya ada Rian.
Karena pintunya terbuka gamblang, Nahar dapat melihat sosok kehadiran perempuan yang ia sukai datang pertama kali di rumahnya.
Jantung Nahar langsung, deg!
“Woi, main kabur aja, inget perjanjian kemarin katanya bakal ngerjain tugasku,” omel Victor sambil masuk lalu salim ke ibu Nahar.
“Malem tante,” sapa sopan Victor.
“Ya, ya, cowok gantengku, dah makan belum?”
“Udah bareng Rian, tante,” tunjuk Victor ke arah belakangnya. Rian pun maju lalu salim ke ibunya Nahar.
“Malem bu, saya Rian temen sekelas Nahar,”
“Oh, Rian . .” jeda ibu Nahar memandangi tubuh Rian, “badan kamu kurus banget mba, ya ampun, susah makan ya?”
“Ibu gak sopan bilang kek gitu ke orang,” protes Nahar kesal.
“Kan ibu cuma nanya aja, gak bermaksud nyinggung,” bela si ibu.
“Emang bawaan keluarga saya gini, ibu saya dulu waktu muda juga kurus,” ujar Rian lalu tersenyum basa basi.
“Yaudah, silahkan duduk, ada cemilan juga,” tawar si ibu.
Rian menyusul Victor yang sudah duduk duluan di dekat Neina.
Mereka sedang memisau daun pisang, sedangkan Nahar menata papah gedang. Rian pun duduk. Nahar senang sekali bisa mempunyai kesempatan melihat Rian mode santai. Rian mengambil serbet bersih di depannya. Ia mengelap daun-daun yang telah di potong Neina dan Victor.
Yang aneh adalah mereka diam. Sibuk dengan pekerjaan sendiri, Nahar merlirik Rian, Victor melirik Nahar.
“Hgh!” suara tahan tawa Victor karena nonton temennya yang jinak, sok jadi cowok kalem dideket Rian.
Nahar noleh ke arah Victor sambil memberi tatapan mematikan.
Victor terbaring ke lantai tertawa terbahak-bahak tanpa suara. Sangat seru menggoda Nahar. Keputusannya membawa Rian ke rumah Nahar adalah keputusan paling benar.
“Mulutmu jadi diem kenapa?” tanya Neina sambil memotong daun.
Victor masih ketawa tanpa suara sambil memegangi perutnya yang sakit.
“Ya, kan,” Nahar ngelirik Rian sebentar, lalu memandang Neina, “lagi fokus menata papah gedang.”
“Ini batangnya dipotong jadi dua kan?” Nahar berusaha mengalihkan pembicaraan.
“Iya,” jawab singkat Neina.
Neina pun menoleh ke sebelahnya yang masih tertawa tanpa suara.
Neina memukul pelan lengan Victor.
“Heh, udah ketawanya,” tegur Neina.
Victor berusaha duduk. Tangannya mengelap airmata sembari mengelus perutnya yang sakit.
“Gi-gila . . . sakit banget perutku,” ujar Victor.
“Ketawa kenapa sih?” tanya Neina yang gak ngeh.
“Itu, lah!” tunjuk Victor semangat, “Berlagak jadi cowok kalem wkwkkwkw,” tawa Victor kembali.
Nahar melempar papa gedang ke tubuh Victor. Victor kembali tertawa tanpa suara di lantai.