PENCIL 2B

Donquixote
Chapter #18

Chapter #18


Flashback.

Hari minggu kemarin. Rian meringkuk kesakitan di kamarnya. Maag kembali kumat karena kejadian ibunya ribut dengan sang kakak. Walaupun Rian mengaku secara lisan tidak memikirkannya, tapi dia melihat, mendengar dan tubuhnya menyerap energy negative tersebut.

Terlanjur melihat, mendengar dan merasakan, jadi asam lambung Rian naik. Rasa perih melilit tak henti menghujam perutnya. Keringat dingin membasahi leher, kening serta rambutnya.

“Nghh . . .” erang Rian kesakitan di jam 10 malam. Ia coba duduk sambil memegangi perutnya.

“Eungkh!” mual Rian.

Tangannya langsung meraih kantung kresek yang ada di meja sebelah kasurnya.

Mulut Rian di dalam plastik “Ehk!” Rian memuntahkan makanannya.

Ia mencoba meminum air di gelas. Saat ia minum, seperti meminum serpihan beling yang menyayat lambung, sangat perih. Rian kembali memuntahkan air minumnya ke dalam plastik.

“Ekh! Huekk!” muntahnya.

Pintu kamar Rian terbuka. Alis mata yang berkerut, pandangan penuh amarah dan kebencian dari sang ibu. Dia membawa sapu ke dalam kamar Rian, lalu tiba-tiba sang ibu menyapu kamar Rian.

“Makannya kamar dibersihin! Dasar jorok!” hina sang ibu yang sibuk menyapu.

Rian menidurkan tubuhnya pelan. Ia menutup badannya dengan selimut.

“Bangun pagi, kamar dibersihin terus, kebanyakan minum soda kan!” fitnah sang ibu.

Setelah selesai menyapu. Sang ibu mendekat, memaksa Rian duduk.

“Sini dikerok badannya!” bentak sang ibu.

“Aku gak demam, aku sakit perut ngapain dikerok,” geram Rian memandang pedas sang ibu.

“Kayak gitu pantes, melototi ibu sendiri! Kamu harus bersyukur punya ibu kayak aku! Ibu lainnya apa mau ngurus kamu, apa telaten kayak aku!” bentak balik sang ibu.

‘Kayak apa, dasar mimpi, halu,’ sindir Rian di batin.

“Keluar,” perintah Rian pelan.

“Dikerok dulu!” paksa sang ibu.

“Aku itu sakit perut!” tegas Rian.

“MAKANNYA JANGAN JAJAN SEMBARANGAN!” teriak sang ibu.

“KAPAN AKU JAJAN! MINTA UANG AJA JARANG! KELUAR! KELUAR!” balas Rian.

“ANAK SETAN! NGOMONG SAMA IBUNYA PAKE TERIAK-TERIAK!” sang ibu keluar lalu membanting pintu kamar Rian, BLAM!!

Rian perlahan menidurkan kembali badannya. Ia menyelimuti semua badannya, airmatanya mengalir, pandngannya kosong menatap langit kamarnya.

“Kapan aku mati . . ." hela napas Rian.

Tiba-tiba ponsel Rian berbunyi. Ada sebuah pesan masuk, dari Bayu teman sekolahnya.

Ia membaca tulisan dari Bayu.

Lihat selengkapnya