Jantungku bergemuruh kencang ketika bau pandan tersebut kian mendekat. Kakiku bagai tertancap di tanah. Mataku bergerak liar mencari sosok yang bahkan Bang Jo pun merasa lebih baik menghindar.
Dan jantungku serasa di cabut. Sosok itu tepat berada di atasku. Kuku yang panjang mulai mengarah pada kami.
Semakin kuat usahaku untuk diam, tubuhku semakin gemetar tak terkendali. Aku lalu menutup mata dan berusaha membayangkan apapun sekedar untuk menghilangkan bayangan Sindai itu dari benakku. Aku membayangkan suasana kampus, keriuhan saat makan siang atau macetnya lalulintas di jam pulang. Sekejap aku berhasil menenangkan riuh jantungku, gemetar diseluruh tubuhku mulai berkurang, ketika tiba-tiba suara berdebum jatuh tepat di belakangku.
Usahaku barusan langsung sia-sia, tubuhku gemetar hebat, bahkan lebih dibanding sebelumnya. aku seratus persen yakin, hewan itu tepat berada di belakangku. Punggungku serasa panas. Beban carrier yang kubawa kurasakan kian bertambah berat.
Sebuah tangan muncul dari belakang. Kukunya yang panjang dan hitam mulai menyentuh pipiku. Dititik ini aku bahkan sudah tak sanggup lagi menutup mata. Aku hanya bisa menatap ngeri ketika jari-jari kurus itu bergerak perlahan membelai pipiku. Dan... hilang tanpa jejak.
Jari-jari itu hilang begitu saja. Tapi aku masih tidak berani bergerak. Firasatku mengatakan makhluk mengerikan itu masih ada di sekitar. Aku hanya tak tahu dia ada di mana,tiba-tiba aku melihat hal yang paling mengerikan sepanjang hidupku.