Pelan aku menyeret kaki ini bergerak mendekat. Keringat menetes di dahiku. Semakin dekat, bayangan itu mulai terlihat semakin jelas. Nampak seperti gundukan sesuatu.
Saat akhirnya kabut tersibak, aku terkejut mendapati apa yang kulihat saat ini di depanku. Kuburan, ya itu adalah kuburan baru. Nampak dari tanahnya yang masih merah dan gembur. Di atasnya tergeletak begitu saja sebuah benda yang tampaknya aku kenal. Benda itu adalah pembalut yang kemarin dibuang Rima. Dari pembalut itu merembes darah segar berbau anyir yang menyengat. Lelehan darah itu mengalir ke bawah hingga akhirnya membuat genangan darah dibatas kabut.
Tubuhku mengejang seketika setelah membaca nama yang tertulis di nisan kuburan itu. Rima, nama Rima tertulis jelas di sana, lengkap dengan tanggal lahirnya. Bulu kuduk ku berdiri melihat tanggal kematiannya adalah tepat tanggal hari ini.
Dengan tangan gemetar kukeluarkan kain putih dari kantong celanaku. Kuangkat pembalut yang masih terus meneteskan darah itu dan segera kubungkus dengan kain putih tadi. Memasukkan kembali kedalam saku celanaku.
Seiring kabut yang semakin menipis, sudut mataku menyadari ada sesuatu yang bergerak-gerak. Aku berteriak histeris dan jatuh terduduk saat kabut menyibakkan tirainya.
Nampak sesosok makhluk yang sedang menjilati darah ditempat genangan tadi. Wajahnya penuh darah. Lidahnya panjang terjulur. Tangan dan kakinya menekuk seperti kucing. Rambut panjangnya lepek dan matanya menatap lurus kearahku.