Nek Kerdil dan Atok Kerdil tertawa sangat mengerikan.
lalu disusul sebuah bisikan "Semangat, darah segar harus terus mengalir."
Perlahan jarinya yang putih pucat terangkat dan menunjuk tepat kearahku, "Budak ya kek kawan-kawan e lah bebuat kerusakan." bisiknya pelan, namun suaranya terdengar jelas, "Mati jadi keharusan!" lanjutnya sambil tersenyum isyarat mematikan.
Aku semakin menggigil, ketakutan dan berbagai macam hal yang aku rasakan. Sementara Atok Kerdil tertawa girang, Nek Kerdil dengan suara semakin kencang terus menerus meneriakkan satu kata, "Mati... mati... mati...!"
Kedua orang tua itu—Tok Karni dan Kakek berbaju serba putih—kudengar mengulang-ulang istighfar sambil tak henti memutar tasbih milik mereka.
"Manusia tempet e salah, Kerdil. Memaafken jorang pacak buat pok lebih mulia. Maafkenlah kekhilafan jorang semue e." Kakek berbaju serba putih itu berucap pelan.