Akhirnya jam 4 sore si bapak itu memanggilku masuk. Di dalam ada si bapak tua sudah menunggu. Bapak itu mengatakan sesuatu kepada Mang Zul yang mendengarkan sambil menunduk menatap lantai. Bapak ini pastinya tidak bisa berbahasa Indonesia, pikirku.
"Nak, Atok Karni sudah berusaha, tetapi setan yang masuk ketubuh temen kamu ada banyak. Di keluarkan satu, yang lain pada masuk. Begitu terus dari kemarin. Ada satu makhluk yang Atok sendiri susah mengeluarkannya. Makhluknya itu kecil seperti kurcaci dan tidak bisa berbicara. Selain itu juga ada makhluk aneh yang menjaganya, makhluk tu berbadan kuda, dengan kepala musang dan memiliki kuku runcing yang bisa mematikan siapa saja bila terkena cakarannya. Kalau orang asli Desa Berbura menyebutnya "Sindai".
Aku mendengarkan dengan khawatir, intonasi si bapak mengisyaratkan ada kabar yang lebih buruk.
"Makhluk itu dendam sama temen kamu, karena sudah lancang mengotori rumahnya. Jadi temen kamu mau di ambil, mau di jadikan anak atau budak sama makhluk di sana. "
Sekarang aku benar-benar panik. "Pak!!!, tolong Mang..., bilang saya dan teman-teman minta maaf. Kami semua minta maaf, Mang. Tolong mang..., Tok, tolong Tok..." aku memohon dan meratap pada Mang Zul dan juga Tok Karni dengan gelisah.
"Iya... Adek, tenang." kata si bapak tua, "Makhluk ini juga enggak jahat kalau kita tidak salah. Dia maklum dengan kelakuan manusia atau para pendaki yang ke sini, tapi kelakuan temen adek udah keterlaluan."
Ada sedikit perasaan lega mendengar ucapan si bapak barusan. Tetapi masih cukup khawatir.