Pendekar Sarang Demit

Raxl Sri
Chapter #2

Sebuah Pelarian #2

Pemuda yang memacu kuda coklatnya di teriaki dengan nama Surya Sukma. Beberapa orang di belakangnya tengah memacu kuda untuk mengejarnya. 

Malam itu begitu terang dengan cahaya bulan, meskipun hutan begitu gelap. Sayup-sayup langkah cepat kuda berlari mengiringi suasana dingin malam hari. 

"Tangkap, jangan sampai lepas!" teriak salah satu pria di antara gerombolan yang mengejar pemuda tersebut. 

Semakin lama, jalan setapak di hutan itu kini menghilang. Hanya ada Pohon-pohon yang terlihat begitu lebat, membuat sulit untuk memacu kuda di tempat yang begitu sempit. 

"Sial! Siapa sangka Mereka bisa tahu Aku ke sini," ujar Pemuda yang memiliki nama Surya Sukma tersebut, ia terus memacu kudanya dengan kecepatan tinggi. 

Orang-orang yang mengejar Surya Sukma terlihat mengejar dengan gigih dan mengeluarkan banyak senjata tajam. Mereka terus meneriakan namanya seraya terus mengejar. 

Kiiiiikkkkkk kiiiiiihhhhhh. 

Sebuah suara-suara aneh muncul di sekitar hutan lebat tersebut. Hutan yang kini tengah di lewati adalah pesisiran tempat di mana Kampung Angker berada. 

"Ini pasti hutan Kampung Angker itu," ujar salah seorang dari gerombolan tersebut.

"Memangnya kenapa jika ini Hutan dari Kampung Angker? Kamu takut," ujar rekannya di sebelah. 

Lalu tiba-tiba, semua kuda Mereka berhenti mendadak. Semua gerombolan itu terhenti karena heran. Mengapa kuda mereka berhenti, mungkinkah kuda ketakutan. 

Swoooossshhh.

Angin semilir berhembus, semakin lama semakin sering. Pepohonan sekitar mulai bergoyang karena angin. Dedaunan berjatuhan layaknya hujan di tengah hutan. 

"Kita tinggalkan saja Kudanya, lalu kerja Surya Sukma!" ujar seorang pria yang kemungkinan besar adalah pimpinan gerombolan. 

Lalu Mereka berlari dengan cepat dan melesat jauh menyusul Surya Sukma yang kabur ditengah Hutan. Sedangkan kuda-kuda yang di tinggalkan terus meringkik ketakutan, mata mereka terus melihat sekeliling hingga, sebuah cahaya merah melesat.

***

Seorang Pemuda turun dari kuda coklatnya, ia memandangi area sekitar dengan mata yang tajam. Dia mengelus kudanya pelan. 

"Maaf. Aku harus meninggalkanmu di sini. Kamu bisa pergi jika mau," ujar Surya Sukma.

Kudanya meringkik, seolah menjawab perkataan dari Surya sukma. Namun kuda itu tidak beranjak dari tempatnya dan terus melekat ke Surya Sukma, seolah-olah enggan untuk berpisah.

"Bagaimana, caranya Aku tidak meninggalkanmu?" ujarnya bingung harus bagaimana ketika memandangi kudanya, ia bisa berjuang sejauh ini berkat kudanya yang kuat dan setia.

Lihat selengkapnya