Lu pikir jadi mahasiswa pintar dan menyandang gelar lulusan cumlaude itu gampang?! Hidupnya akan mudah karena bisa dihadapi dengan segala kecerdasannya?! Lu belum tahu aja gimana ga enaknya, dalam menghadapi ekspektasi orang lain tentang diri kita yang bakal lebih sukses dari mereka. Berasa hidup sendiri karena orang lain merasa kita selalu bisa menyelesaikan semua masalah sendiri. Semua empati tertuju ke semua orang yang galau karena skripsinya! Sementara orang mengira gue akan baik-baik aja!
Bagi gue pintar itu “diusahakan” bukan “dimohonkan” jadi kalau lu semua paham itu, lu bisa tarik ke belakang. Seseorang yang “mengusahakan” sesuatu pasti ada maksud yang ingin “dikejar” olehnya. Seseorang yang “mengejar” sesuatu pasti sebelumnya pernah “ketinggalan” dalam beberapa hal dari orang lain. Dan dalam hal ini, gue berusaha jadi pintar karena ingin mengubah nasib keluarga gue. Itu “ketertinggalan” gue dari orang lain. Tuhan adil kan?!
Skripsi memang akhrinya mudah buat gue! Karena jauh-jauh hari sudah gue siapin. Modal utamanya hanyalah tentang melawan kemalasan. Enak kan jadi orang pintar? Tapi pernah ga lu mikir gimana kehidupan gue yang akhirnya juga harus labil dan itu justru karena label itu? Gue harap lu bisa paham sisi lain dari orang-orang yang dilabeli “pintar” di sekolah atau kampus dari cerita ini. Tidak semua hal dalam kehidupannya (setelah pendidikan) akhirnya bisa diraih dengan mudah. Sekarang coba deh lu berimajinasi ‘tonton dengan kepala’ cerita gue Awal dan kawan-kawan gue.