Pengangguran

Edi sandayu
Chapter #3

Lawakan dan rahasia

Sandayu melangkah keluar dari kos dengan sandal jepit yang hampir putus, menyusuri gang kecil yang riuh oleh suara tukang sayur, anak-anak main bola plastik, dan motor yang dipaksa masuk meski jelas-jelas gang itu sempit.


“Semesta ini emang komedian paling jenius,” pikir Sandayu, sambil menahan tawa melihat motor terjebak di jemuran ibu-ibu.


Ia berhenti di sebuah warung kopi sederhana. Kursi plastik, meja lengket, dan papan menu yang hurufnya sudah pudar. Bagi banyak orang, tempat ini sekadar warung kopi. Bagi Sandayu, ini seperti kantor cabang tidak resmi karena di sinilah ia sering menulis, menguping, sekaligus “mengambil pesan.”


Sandayu duduk, memesan kopi hitam, lalu membuka buku catatannya. Halaman pertama penuh dengan coretan absurd:


> “Kalau pengangguran punya kartu nama, jabatannya: Direktur Tidur Siang.”


Ia tertawa sendiri. Barista yang mengantarkan kopi melirik aneh, lalu pergi tanpa komentar.


Sandayu menulis lagi, kali ini lebih serius. Ia membuka halaman yang tidak pernah ia tunjukkan pada siapa pun. Tidak ada lawakan di sana, hanya angka, kode, dan simbol.


Tiba-tiba, seorang anak kecil berlari, hampir menabraknya. Gelas kopinya bergeser sedikit. Saat itulah Sandayu menyadari ada secarik kertas terselip di bawah gelas. Ia menutup buku catatan cepat-cepat, menatap kertas itu tanpa ekspresi.


Pesannya singkat:


> “Informasi pasar malam. Besok tengah malam. Bayaran ganda.”


Sandayu menyandarkan tubuh, pura-pura santai. Di sekitar, orang-orang sibuk dengan obrolan receh: harga cabai naik, gosip artis kawin cerai, dan politik yang lebih mirip drama sinetron.


Lihat selengkapnya