Setelah menghabiskan makan malam, calon mertua Bagas membawanya ke sebuah ruang besar dengan banyak sofa di dalamnya. Ruangan terlihat seperti ruang bersantai, atau memang begitu, karena ada beberapa kelompok orang yang bersenda gurau tak jauh dari tempat mereka.
James membawa mereka ke tempat terujung dari ruangan dimana terdapat dua sofa untuk satu orang saling berhadapan.
James Brown duduk di sofa dengan elegan. Punggung disandarkan, dua tangan di letakkan di bahu sofa, dan satu kaki dinaikkan ke kaki satunya lagi.
Lain halnya dengan Bagas, dia duduk di sofa seperti layaknya seorang pemberi kesepakatan yang gugup dengan lawan bicaranya. Tubuhnya di topang dengan kedua tangan di atas paha. Wajah dan punggungnya di kedepankan sembari memasang wajah serius.
"Don't be so serious like that, kid."
(Jangan terlalu serius begitu, nak)
Calon mertuanya mencoba menenangkannya. Tetapi Bagas tahu, takkan ada hal yang bagus kalau ayah dari Eruin mengajaknya untuk berbicara hanya berdua saja.
Di dalam pikiran, Bagas bisa memprediksikan dua kemungkinan atas urusan apa James Brown memintanya untuk bertemu. Alasan pertama, Bagas pernah berjanji sesuatu hal dan hal itu akan diungkit sekarang. Alasan kedua, hal itu berkaitan dengan Eruin dan sangat penting untuk dibicarakan.
Kalau hanya satu dari dua alasan itu yang akan dibicarakan, Bagas masih bisa merasa tenang.
Dengan menenangkan sedikit hati dan ekspresinya, Bagas siap menjawab pertanyaan apapun.
"Three years ago, you said that you will choose what your plan to do in the future, did you?"
(Tiga tahun yang lalu, kamu bilang kamu akan memutuskan rencana apa yang akan kamu lakukan ke depannya, benar bukan?)
"Yah, begitulah. Tapi ngomong-ngomong, Om James, bisa gunakan bahasa Indonesia. Kupikir pembicaraan kita bakal panjang dan author ga bisa dibiarin harus mentranslasikan setiap kalimat yang Om katakan."
"Hm, oh, oke kalau begitu."
Pembicaraan berlanjut dengan James Brown menggunakan bahasa untuk berbicara.
"Melanjutkan yang tadi, dulu, sebelum kamu meminta ijin untuk memulai hubungan dengan Eruin, kamu bilang akan memutuskan akan jadi apa kamu nanti kalau kamu sudah tamat dari SMA. Dan sekarang, sudah setahun setelah kamu tamat. Om tahu kalau kamu memutuskan untuk mengambil jenjang yang lebih tinggi dengan masuk perguruan tinggi, tapi apa jurusan yang kamu ambil ada kaitannya dengan apa yang ingin kamu lakukan ke depannya?"
Langsung ke intinya, calon mertua mengangkat pokok pembicaraan dengan alasan pertama sebagai intinya. Hal itu cukup menenangkan karena Bagas tak harus berusaha ntuk serius dalam menjawabi pertanyaan.
"Ehh, kalau itu, bisa kubilang ya atau tidak."
"Kenapa begitu?"
"Karena jurusan yang kuambil bisa membawaku ke beberapa bidang pekerjaan. Jadi pandanganku masih samar-samar untuk itu."
"Hmm."
Mengejutkan, James Brown menutup mata dan berpikir. Sebuah pertanda buruk bagi Bagas. Karena ketika seorang direktur perusahaan sekaligus ayah bagi kekasihmu melakukan hal seperti itu, berarti ada rasa ragu yang tertanam di hatinya.
Gawat, pikir Bagas. Kalau saja dia sedang ada dalam wawancara pekerjaan sekarang, nilainya pasti akan dikurangi dan itu dijadikan sebagai pemicu diterima atau tidaknya dia dalam perusahaan.
"Tapi kalau aku sudah mendapatkan pandangan yang terang, tujuanku pasti sudah jelas kok."
Di dalam suasana yang tak banyak suara, Bagas menguatkan suaranya sedikit. Menekankan kalau dia yakin pada dirinya sendiri.
"Memang benar yang dibilang si eneng."
Eneng? Siapa? Bagas mengorek semua informasi yang tersimpan di dalam kepalanya, untuk mencari tahu keberadaan seseorang yang calon mertuanya kenal sebagai, si eneng.
Beberapa saat berlalu. Bagas sudah menggali sangat dalam di setiap inci penyimpanan ingatannya. Tetapi tak ada satupun data yang menyimpan kalau James Brown pernah menyebut sebutan 'si eneng' kepada seseorang dalam hidupnya.
Apa seseorang itu berkaitan dengan hidup Bagas? Mungkin saja ibunya, atau ibu angkatnya, atau malah diam-diam James memanggil Eruin dengan sebutan 'eneng'.
Bagas bisa memikirkan setiap kemungkinan yang ada. Namun tak ada satupun kepastian yang bisa dia dapat. Bertanya? Kalau bisa pasti dia takkan berpikir sekeras itu.
James Brown membuka matanya. Sekarang ekspresinya menjadi lebih tenang dan tak bisa terbaca. Hal itu membuat Bagas mulai mengeluarkan keringat dingin.
"Ngomong-ngomong, jurusan Rekayasa Perangkat Lunak. Apa itu ada kaitannya dengan aplikasi atau software seperti game dan semacamnya?"
Pertanyaan selanjutnya, Bagas tak boleh melepaskan kesempatan untuk meningkatkan nilai dari keyakinannya.