Pengantin Kelabu

Rheasadewa
Chapter #9

Chapter 9

Emran masuk ke arena gelanggang lewat pintu utama. Sudah lama ia mengambil alih tempat ini sejak pemiliknya terserang stroke. Tempat ini di kelolanya dengan sistem bagi hasil namun ia punya rencana untuk memilikinya secara penuh nanti setelah pemiliknya meninggal. Tak Cuma bisnis arena tarung yang ia jalankan tapi juga bisnis keamanan. Emran menyediakan jasa tukang pukul penagih utang, jasa penarik barang kreditan, jasa keamanan barang pribadi dan juga jasa pengawalan untuk urusan bisnis. Suatu bidang yang sesuai dengan keahliannya.

“Bang, barangnya sudah tiba.”

Emran berjalan masuk ke ruang kerja diikuti dua anak buahnya yang berbadan kekar.

“Barangnya bagus,” ujarnya ketika menyentuh dua kilo ganja kering yang ada di meja. “Tapi sebungkus kokain dan beberapa pil ekstaksi ini dikembalikan saja.”

“Kenapa Bos?”

“Aku tidak suka berbisnis obat-obatan dan narkotika.” Ganja dalam bungkus kecil masih bisa ditolerir, di edarkan juga tak sulit. Obat-obatan terlalu berbahaya, efek merusaknya lebih besar. Pengedarannya juga dicurigai. Walau harganya mahal tapi risiko tertangkapnya jauh lebih besar.

“Bagaimana dengan senjata di gudang?”

“Akan ku cek nanti.”

Emran juga menjual senjata yang tidak ada surat ijinnya namun pembelinya bukan orang sembarang. Tak mudah mendapatkan akses untuk bisa membeli senjata pada Emran. Emran kadang juga bisa membuat surat ijin palsu tapi dengan harga yang cukup mahal. Gerbangnya masuk ke dunia penyelundupan terbuka selebar-lebarnya ketika sering memenangkan pertandingan dan juga memiliki tempat ini.

 

 ***

Hujan deras mengguyur tanah ketika Gendhis pulang sekolah. Untungnya ia sudah tiba di depan rumah. Yang membuatnya kesal setengah mati dan juga terpaksa melempar tasnya adalah jemuran Emran yang belum di ambili. Ke mana suaminya itu? Emran kerjanya tak tentu waktunya, hingga Gendhis tak tahu pria itu sudah pulang atau sedang bekerja sekarang.

Gendhis memasukkan cucian Emran melalui pintu dapur. Pakaian pria itu terpaksa di angin-anginkan di dekat kamar mandi karena basah kembali.

Ia tersentak ketika mendengar pintu kamar Emran terbuka. Rupanya lelaki itu baru saja bangun. Emran ketiduran sampai lupa mengangkat jemuran. “Abang ada di rumah? Abang gak denger suara hujan sampai jemurannya lupa di ambili.”

Emran menguap malas. Matanya yang sayu menatap Gendhis sesaat, perlahan kesadarannya mulai pulih diikuti dengan matanya yang terjaga sempurna. Gendhis bergerak menata pakaian tanpa peduli jika rambutnya lepek karena basah, seragam putihnya tembus pandang karena terguyur air hujan, memperlihatkan lekuk tubuh rampingnya dan bra renda yang membungkus payudara kecilnya.

Lihat selengkapnya