Pengantin Mahasiswa

Fiksi Hujan
Chapter #2

Sah!

Inara didampingi sang ibu mulai menuju masjid yang hanya berjarak sepuluh meter dari rumahnya. Gadis dengan kebaya berwarna putih bertabur renda dan payet itu melangkah dengan malas.

“Manten sih, manten. Tapi jangan kaya siput gini, to, Nduk.”

Bu Ahmad menggelengkan kepala melihat tingkah putrinya. Inara masih memasang wajah masam.

“Eman-eman riasan istimewamu itu, loh. Iya, kan, Mbak Zahra?”

Zahra yang juga berada di samping Inara mengangguk canggung. Perias itu mulai menyadari, ada sesuatu yang berbeda di sini. Sepemahamannya, setiap momen akad nikah akan selalu disambut dengan suka cita oleh calon pengantin. Namun, kisah Inara ini terasa unik.

“Senyum dong, Mbak. Orang-orang pada lihatin Mbak Inara itu,” ujar Zahra menunjuk ke dalam masjid.

“Iya, Mbak,” ucap Inara singkat. Ia mencoba menarik kedua ujung bibirnya yang terasa kaku.

Calon pengantin perempuan menuju ruangan kecil di samping mimbar. Inara bersyukur tidak menyaksikan Syabil mengucapkan kabul secara langsung. Ibunya meminta pengantin perempuan hadir setelah dinyatakan sah. Jika itu terjadi, mungkin ia akan berlagak seperti di sinetron, menghentikan ijab kabul dengan dramatis.

“Ibu kok, di sini? Kenapa gak di depan?”

“Jagain kamu, nanti kabur.”

Inara mencebik kesal. Tentu ia tidak punya hati jika sampai keluarganya dua kali menanggung malu.

Di ruang sebelah, Syabil sudah duduk di hadapan Pak Ahmad dan penghulu. Kegugupan mulai menguasai hatinya. Ia akan menyebutkan nama Inara pada ucapan kabul. Sebuah impian yang terpendam sejak ia masih duduk di bangku aliyah. Mimpi yang selalu ia bawa dalam setiap sujud panjangnya.

“Maaf Pak Penghulu,” ucap Syabil saat petugas dari KUA hendak memulai acara akad nikah. “Boleh saya minta waktu sebentar?”

“Silakan. Ada apa?”

Syabil mendekatkan mikropon ke bibirnya. Ia ingin ucapannya terdengar oleh Inara yang berada di ruangan sebelah.

“Saya ingin mempersembahkan surat Ar Rahman untuk calon istri sebelum pembacaan ijab kabul.”

Inara tersentak. Impiannya saat menikah nanti adalah mendapat hadiah bacaan suarat Ar Rahman dari jodohnya. Mimpi itu terkabul dengan cepat.

Tapi kenapa harus Syabil, Yaa Allah?

“Ar-rohmaan. ‘Allamal-qur’aan. Kholaqol-ingsaan.”

Syabil mulai membaca ayat suci Al Quran. Mata laki-laki itu terpejam, mengahayati setiap kata yang terucap. Pun dengan maknanya. Syabil memang sudah hapal beberapa juz dalam Al Quran.

Inara kembali tercengang mendengar lantunan ayat suci yang begitu merdu dari laki-laki yang akan menjadi suaminya itu. Suara Syabil begitu menggetarkan hatinya. Baru kali ini gadis itu mendengar suara pemuda bertubuh tinggi tersebut melantunkan ayat suci Al Quran.

“Fa bi ayyi aalaaa i robbikumaa tukazzibaan. Tabaarokasmu robbika zil-jalaali wal-ikroom.”

Keharuan tiba-tiba menyeruak mengusir kejengkelan yang sedari tadi bersemayam. Inara menyeka cairan bening di sudut matanya dengan tisu. Bu Ahmad yang mendampingi putrinya tersenyum haru.

Ya Allah berkahilah keluarga putri hamba.

Lihat selengkapnya