Kamu harus menggantikan Rissa menikah besok!"
JEDDERR!
Bagai tersambar petir di siang bolong. Seluruh badan Nayla seolah kaku dan tak bisa digerakan. Ia benar-benar tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
"APA? ME-MENIKAH?" pekik Nayla merasa sangat syok.
Seketika itu semua orang yang sedang berada di ruang itu langsung tercengang dan juga kebingungan saat mendengar ucapan wanita itu. Namun, mereka semua masih tetap terdiam seribu bahasa tidak berani bersuara. Suasana di dalam ruangan itu terasa sangat mencekam dan menegangkan. Baik para pekerja ataupun sang majikan sama-sama merasa cemas, panik dan juga kebingungan.
Sedangkan Nayla masih berdiri mematung. Ia merasa sangat syok dan tidak pernah mengira kalau sang majikannya ini akan berkata seperti itu.
"Jadi bagaimana Nayla? Kamu sudah siap bertanggung jawab dan menggantikan anak saya?" tanya Winda menegaskan.
"Duh ... bagaimana ini? Aku belum mau menikah. Aku belum siap menikah dengan siapapun, apalagi dengan orang yang tidak aku kenal!" bisik batin Nayla, dia bingung. "Ya Tuhan, kenapa aku sangat ceroboh. Bisa-bisanya aku lalai dan harus menanggung semua ini?"
Nayla mendongak, wajahnya membias cemas. "T-tapi saya be--"
Drrttt ... drrttt!
Suara dering telepon masuk menghentikan ucapan Nayla. Ketegangan pun menjadi sedikit mencair. Tetapi tidak dengan Aditama, laki-laki itu semakin terlihat gugup, tegang kala matanya melihat layar ponsel yang baru saja ia rogoh dari saku celananya.
"Pak B-Bagas?" Sebut Aditama pelan. Namun Winda mendengar ucapan suaminya itu. Dia menghampirinya.
"Siapa Papah Bilang?"
Aditama memandang Winda dengan wajah pucat. Laki-laki itu terlihat sangat panik, kedua matanya langsung terbelalak lebar saat ia melihat ada nama seorang pria di sana. Dan nama pria tersebut adalah Bagas Dewantara si calon besan, yang tidak lain ayah dari Arga Dewantara sang calon pengantin pria yang akan menikah dengan putrinya besok.
"Pak Bagas, Mah! Dia telepon Papah, " jawabnya.
"Apa?! P-Pak Bagas?" pekik Winda kaget. "Aduh ... sekarang kita harus bagaimana, Pah?"
"Mamah tenang dulu, jangan panik! Papah mau menjawab teleponnya dulu!" pintanya kesal. Wanita yang terlihat sangat panik itu langsung terdiam. Dengan jantung yang berdetak sangat kencang, Aditama segera menjawab panggilan telepon tersebut.
"Ha-hallo, Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam. Hallo, Pak Adit. Apakah semua persiapan untuk pernikahan besok sudah siap?"