Pengelana Waktu

Irvan D
Chapter #3

Rencana Pendeta kuno

Suasana langit di atas Tirtadipa berubah. Awan gelap menggantung di puncak-puncak gunung, dan udara seolah dipenuhi bisikan tak terdengar. Sejak naga hitam itu dikalahkan dan energinya terserap ke dalam kristal oleh Pendeta Varka, ada sesuatu yang terasa berbeda.

Dan Alex tahu, itu bukan hal baik.

Ia menyelinap ke ruang pustaka istana malam itu. Tablet miliknya tersambung ke kristal Mata Gerbang, mencoba membaca denyut energi yang makin liar. Pulsa waktu dalam kristal menunjukkan pola yang menyerupai “interferensi silang dimensi” — sesuatu yang bahkan dalam teori ilmiah tahun 2035 belum bisa dijelaskan sepenuhnya.

Langkah cepat terdengar di lorong. Alex segera mematikan koneksi tablet dan menyimpan kristalnya ke dalam kantong.

“Aku tahu kau di sini,” suara itu tenang — milik Arya.

Alex keluar dari balik rak buku tua.

“Kau mengikuti aku?”

“Aku ditugaskan untuk mengawasi, ingat?” Arya menatapnya. “Apa yang kau cari dalam kristal itu?”

“Peringatan,” jawab Alex pendek. “Dan... rencana yang disembunyikan seseorang.”

Arya menatap tajam. “Varka?”

Alex mengangguk. “Dia menyerap energi naga itu. Kau melihatnya sendiri. Tapi tak ada yang mempertanyakan ke mana perginya. Tak ada yang bertanya kenapa tubuh naga itu bisa hilang begitu saja.”

Arya terlihat ragu. “Dia pendeta tertinggi. Selama ini dia pelindung kerajaan.”

“Dan sekarang dia sedang mengumpulkan kekuatan dari masa purba,” desis Alex. “Dan kurasa, dia ingin lebih dari sekadar melindungi.”

Keesokan harinya, pasukan besar berkumpul di luar benteng timur. Di antara kerumunan, Varka berdiri gagah di atas kereta perang hitam berhias simbol sihir kuno. Di belakangnya, tiga puluh lebih penjinak monster berdiri membentuk barisan. Mereka mengenakan jubah ungu, membawa tongkat dari tulang naga, dan masing-masing ditemani makhluk peliharaan yang mengintimidasi: serigala bertanduk, burung logam, hingga golem setinggi dua meter.

Alex menatap dari menara pengintai. “Ke mana dia akan pergi dengan pasukan sebesar itu?”

“Ke barat,” jawab Kamara yang berdiri di sisinya. “Ke reruntuhan Kuil Langit. Di sana, konon terdapat gerbang kuno yang bisa memperlihatkan masa depan.”

Alex menegang. “Atau... membuka jalan ke masa depan.”

Kamara mengangguk pelan. “Varka mengatakan dia hanya ingin meneliti. Tapi... ayahku tak diundang. Bahkan aku dilarang ikut.”

Lihat selengkapnya