Pengelana Waktu

Irvan D
Chapter #5

Gerbang Pembalasan

Langit malam mulai gelap. Kota Jakarta berubah jadi neraka. Api menyala di setiap sudut jalan. Bangunan modern hancur bak mainan reyot. Para monster masih mengaum, pasukan kerajaan berjalan tanpa rasa takut, menginjak-injak masa depan dengan sepatu dari masa lalu.

Tapi mereka lupa satu hal.

Dunia ini bukan dunia mereka.

Dan manusia modern tak akan tinggal diam.

20:30 WIB – Markas Komando Militer Nasional

“Target dikunci. Semua pasukan siap,” ujar seorang operator.

Jenderal Wicaksana berdiri di depan peta digital. Matanya tajam. Rahangnya mengeras. “Mulai Operasi Garuda.”

“Baik, Jenderal.”

Dalam hitungan detik, panggilan militer dikirim ke seluruh unit aktif: Jet tempur F-22, helikopter Apache, tank Leopard, serta satuan elit dari Kopassus, Denjaka, dan Raider.

Langit malam berubah menjadi lautan besi dan nyala roket.

21:00 WIB – Kota Jakarta, Zona Merah

Pasukan kerajaan yang tadi begitu jumawa, tak sadar bahwa bintang-bintang di langit malam mulai bergerak cepat. Bukan bintang... tapi mesin terbang dari masa depan.

“ZZZZZZZZZMMM!”

Suara jet tempur memecah angkasa. Ledakan pertama menghantam barisan golem di tengah Jalan Thamrin. Tubuh raksasa mereka hancur seperti batu bata terkena palu godam.

“DOR! DOR! DOR!”

Helikopter tempur Apache menyisir jalan-jalan, menembakkan rudal ke kerumunan monster dan artileri sihir. Tank Leopard menggilas jalan raya, memuntahkan peluru penembus baja ke arah pasukan kerajaan yang panik.

Pasukan kerajaan terpukul mundur.

Monster raksasa roboh. Penjinak sihir berteriak, mencoba mempertahankan kontrol. Tapi teknologi modern bergerak terlalu cepat, terlalu presisi.

Sihir tak cukup cepat untuk melawan misil berpemandu.

Alex dan Timnya

Alex menyaksikan dari kejauhan saat ledakan demi ledakan mengguncang kota.

“Target berhasil diserang. Varka terpukul mundur,” lapor salah satu anggota timnya.

Alex hanya mengangguk. “Jangan beri mereka ruang.”

Dia membuka map digital dari tablet, lalu memberi tanda pada titik-titik sisa konsentrasi musuh. “Pasukan kerajaan di sektor timur masih aktif. Kita bantu dari darat.”

“Siap!”

Alex dan timnya menyusup di antara reruntuhan, menembaki musuh dengan senjata otomatis. Beberapa monster mencoba menyerang mereka, tapi drone tempur Alex membombardir dengan granat mini hingga tubuh monster meledak berantakan.

“Ini bukan lagi sekadar pertahanan...” pikir Alex. “Ini... balas dendam.”Di Pusat Kota – Varka dan Pasukannya Mundur

Pendeta Varka mengangkat tongkat sihirnya tinggi, menciptakan perisai energi untuk melindungi dirinya dari rentetan peluru yang datang dari segala arah.

“Gila... teknologi mereka seperti badai tak berhenti,” gumamnya.

Para penjinak monster mulai kehilangan kendali atas makhluk-makhluk mereka. Naga-naga beterbangan liar, bahkan menabrak sesama monster karena terkena sonar disruptor dari drone militer.

Jenderal kerajaan mendekatinya dengan darah di wajah. “Tuanku! Kita tak bisa melawan semua ini! Perintah Anda?”

Varka menggertakkan gigi. “Kita mundur. Bawa pulang yang tersisa. Kita akan kembali dengan kekuatan penuh.”

Dia menjatuhkan kristal ke tanah, lalu mengucapkan mantra cepat. Sebuah portal darurat terbuka, menyedot pasukan yang tersisa satu per satu.

Tapi tak semuanya berhasil.

Lihat selengkapnya