PENGHARAPAN

Estiana
Chapter #15

Amarah

Berawal dari dua orang asing, kini kau kembali asing, tak seperti yang kukenal.

***

Suasana kafe selalu berhasil menenangkan kegelisahannya setiap sore. Seduhan kopi asli dengan susu kental menemani lamunannya di suatu meja yang berada di sudut ruangan. Baru saja dua kali kopi itu diseruputnya, seorang wanita sudah datang menghampiri meja yang sama. Tampak dari raut wajahnya, ia seperti telah mengantongi sejumlah tanya yang menagih untuk segera diberikan jawaban. Tanpa basa-basi, wanita itu meletakkan tasnya, lalu duduk tepat di hadapan laki-laki yang menghubunginya semalam.

“Sebenarnya, telah sejak lama aku menyadari perasaan ini. Tetapi, aku selalu bersikeras menyangkalnya,” ungkap seorang wanita.

Laki-laki itu terdiam setelah mendengar ungkapan wanita di hadapannya.

“Perlu kakak ketahui. Entah mengapa, semakin hari, perasaan itu semakin kuat. Seperti ada yang ganjil dalam hidupnya,” lanjut wanita itu.

**

Jumat siang, waktu bekerjanya selesai lebih awal. Ia terlihat begitu bersemangat saat mengenakan jaket silver yang terlipat rapi di dalam rak. Sesekali, mulutnya bersiul menandakan hatinya begitu bergembira. Seorang laki-laki lulusan sekolah kedinasan dengan gaya klasik dan rambut tipis, semakin mencerminkan aura disiplin yang diterapkannya hingga sekarang. Laki-laki itu adalah Rama Pramayudha.

Rama mengarahkan sepeda motornya pada sebuah kafe yang berada tidak jauh dari Sekolah Menengah Atas Negeri Kota Tangerang. Setelah memarkirkan sepeda motor, laki-laki itu segera masuk untuk menemui seorang wanita berbaju biru. Keduanya berbicara terlihat sangat akrab.

**

Pukul lima sore, semua kegiatan ekstrakurikuler di sekolah telah selesai. Terlihat dari seberang jalan, seorang perempuan sedari tadi berdiri di depan gerbang sekolah. Beberapa kali, perempuan itu melirik jam di tangannya. Tatapannya seperti sedang menantikan sebuah pesan. Rupanya, perempuan itu telah satu jam menunggu seseorang yang akan datang. Raut wajahnya mulai menampakkan kegelisahan. Ia memberanikan diri menelepon seseorang sore itu.

Assalamualaikum.”

Waalaikumsalam. Iya, Rin?” tanya seorang laki-laki dari dalam telepon.

“Maaf mengganggu, Kak. Kak Rama sudah selesai dari kerjanya?”

“Sudah dari dua jam yang lalu,” terang Fikri.

“Oh, begitu. Terima kasih, Kak.”

Kini, perempuan itu semakin gelisah. Panggilan teleponnya tidak kunjung mendapatkan jawaban. Lalu, ia mengirimkan sebuah pesan Whatsapp sebelum akhirnya memutuskan pulang.

Ririn: Kak Rama masih dalam perjalanan? Nanti tidak usah mampir ke sekolah, aku akan pulang menggunakan ojek saja. [17.06]

Akhirnya, Ririn memutuskan pulang menggunakan ojek. Sebelumnya, ia menyempatkan pergi ke minimarket untuk sekadar membeli cadangan makanan, tanpa terkecuali mi instan kuah kental beserta pelengkapnya. Ia juga telah membeli dua kotak minuman sari kacang hijau gula merah di sana.

Sesampainya di rumah, perempuan itu melihat sebuah kunci tengah menggelantung di depan pintu. Tampaknya, seseorang telah sampai lebih awal. Ririn membuka pintu dan mendapati laki-lakinya tengah berselonjor di sofa sambil memainkan ponsel. Jemarinya terlalu sibuk mengetikkan pesan hingga mengabaikan kaleng kue yang masih terbuka.

Assalamualaikum.”

Waalaikumsalam,” jawab Rama seraya meletakkan ponselnya di atas meja.

“Kak Rama sudah sampai? Sejak kapan?” Ririn bertanya dengan ragu, sesaat setelah mencium tangan laki-lakinya.

“Sekitar pukul setengah lima. Tumben, kamu pulang sore sekali? Ada rapat wali kelas lagi?”

Seketika, Ririn mengerutkan keningnya. Ia duduk di sofa yang sama, tepat di samping Rama. Laki-laki itu membantu menurunkan tas dari pundak perempuannya. Ia mengambilkan segelas air dari ruang makan, lalu menyodorkannya kepada Ririn.

Lihat selengkapnya