PENGHARAPAN

Estiana
Chapter #21

Relung Hati

Dia tidak berada di sini. Dia berada di hatiku.

***

Kamis pagi, langit Surabaya terlihat sangat cerah. Matahari memancarkan sinarnya, menghangatkan tubuh yang sekian kali berbaring di kamar rumah sakit. Matanya berbinar seraya memancarkan tatapan lembut. Pipinya kian merona saat bertemu pancaran jingga yang mejadikannya semakin hangat.

Haidar sedang memandikan sepeda motornya di pekarangan rumah, tepat di depan jendela kamar adik perempuannya. Ia terlihat sangat bersemangat hingga begitu fokus pada sepeda motornya. Sementara, ibu beberapa kali memanggil anak laki-lakinya dari dalam rumah.

“Ram? Rama?” seru ibu terdengar hingga ke teras.

Ririn menolehkan badannya. “Ada apa, Bu?”

“Mbak Ririn lihat Rama, tidak?”

“Tidak. Dari tadi belum melihatnya keluar, Bu.”

“Kemana anak itu? Padahal dia tahu, hari ini Mas dan Mbaknya akan pergi ke Kalimantan,” ungkap ibu dengan cemas.

Tiba-tiba, Ririn mendapati perasaannya menjadi tidak enak, seperti akan terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan. Ia melihat ke arah Haidar, memastikan sesuatu tidak terjadi pada laki-lakinya. Tidak jauh dari tempat Ririn berdiri, Haidar melihat raut yang ditampakkan perempuannya. Laki-laki itu berhenti sejenak dari kegiatannya.

“Ada apa, Dik?” tanya Haidar yang masih memegangi lap motor.

Ririn menghampiri Haidar. “Entah mengapa, aku merasa seperti ada sesuatu hal tidak baik akan terjadi.”

“Mungkin hanya perasaanmu saja. Kamu lebih mudah cemas akhir-akhir ini.” Haidar menepis cemas perempuannya.

“Emm. Mungkin.” Ririn menjawab dengan ragu.

Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Haidar mengajak Ririn masuk ke rumah untuk sarapan. Di atas meja sudah tersaji menu untuk enam orang, tetapi satu orang tidak ikut bersama mereka. Laki-laki dingin itu tidak diketahui di mana keberadaannya.

Pukul sepuluh lebih lima menit, Haidar dan Ririn berpamitan pada ayah dan ibu serta adik perempuannya. Mereka akan pergi ke Kalimantan menggunakan kapal layar, dan bermaksud menuju pelabuhan menggunakan sepeda motor. Lima belas menit kemudian, sepeda motor mereka melaju meninggalkan rumah.

Setelah tiga puluh menit, sepeda motor mereka harus berhenti di lampu merah dengan durasi dua menit. Ketika itu, Ririn kembali merasakan perasaan aneh yang mengganggunya baru-baru ini. Sepintas, ia melihat dari kaca spion, seperti ada sepasang mata yang mengawasi keduanya. Lagi-lagi, ia menganggap hal itu mungkin hanya perasaannya saja.

Sepeda motor mereka kembali melaju. Hanya selang beberapa menit setelah pemberhentian, tiba-tiba kendaraan mereka menjadi oleng dan Haidar menabrakkan sepeda motornya pada tiang rambu-rambu jalan. Keduanya terpental dengan jarak cukup berjauhan. Warga sekitar langsung membawa Haidar menuju rumah sakit. Sementara, seseorang membawa Ririn dan melarikannya ke rumah sakit yang berbeda.

Akibat kecelakaan itu, Haidar tidak sadarkan diri, hingga tidak bisa menjaga perempuannya dari seseorang yang membawanya pergi. Dokter langsung menangani Haidar dan menanyakan keberadaan keluarganya. Seorang wanita yang mengaku mengenal Haidar, segera menelepon salah satu keluarga Haidar. Tanpa menunggu lama, ibu dan ayah serta Dina datang menemui Haidar di rumah sakit. Tangis kecemasan seorang ibu terdengar pecah, hingga membuat suasana ruangan terasa mencekam.

“Haidar sudah ditangai dokter, Bu. Dia akan baik-baik saja.” Wanita yang tidak lain adalah teman sekolah Haidar ketika tujuh tahun lalu, mencoba menenangkan ibu dan mendekapnya.

Ibu masih menangis, melihat keadaan anak sulungnya terbaring dengan luka di kening.

“Oh, ya. Di mana Ririn? Dia seharusnya bersama Haidar saat itu,” tanya ayah.

“Ririn? Saya tidak melihat ada orang lain di tempat itu, Pak,” jawab wanita itu dengan ragu.

**

Dari luar kamar, dalam ruangan yang berbeda dan rumah sakit yang jauh dari tempat kejadian, seorang laki-laki baru saja menyelesaikan administrasi, datang dengan tiba-tiba memasuki ruangan.

“Takdir mendengar doaku. Akhirnya, kamu batal dibawanya pergi, Dik.” Rama berguman seraya menatap wajah perempuan yang terbaring tidak sadarkan diri.

Tik.. tiktiktik.. tiktik…

Lihat selengkapnya