PENGHARAPAN

Estiana
Chapter #24

Penyesalan

Kembalikan aku pada perasaan dasar. Asingkan aku dari bayang-bayang harapan. Akan ku obati luka ini sendirian.

***

Sabtu malam, Ririn dan Haidar pergi ke taman balai kota mengarah pada kursi di sudut taman, tempat keduanya biasa bicara. Mereka menikmati suasana langit hitam bertabur bintang yang terang benderang. Kedua tangan mereka saling menggenggam, mencipta kehangatan di tengah angin malam.

Ririn selalu menantikan kesempatan itu bersama laki-lakinya. Meski hanya berlangsung dua puluh empat jam setiap tiga bulan, perempuan itu tidak pernah protes atau pun mengeluh. Riana Setiana, namanya telah bersanding bersama seorang pria bernama Haidar Samiyudha. Awal perkenalannya berlangsung secara tiba-tiba dan tanpa diduga. Namun, perempuan itu meyakini bahwa takdir yang menyapanya tidak pernah keliru.

“Sudah pukul sebelas, mari pulang. Udara di luar semakin keras,” seru Haidar.

Laki-laki itu telah mengerti bahwa perempuannya adalah orang yang anti dengan kedingingan. Meskipun begitu, Ririn selalu mengatakan, bahwa ia sangat ingin merasakan udara malam serta pemandangan langit penuh bintang.

“Iya, Kak,” jawabnya tanpa alasan.

Keduanya beranjak dari kursi, berjalan meninggalkan taman. Ririn dan Haidar mengarah ke Cipaganti, ke tempat Ririn tinggal. Hanya dalam beberapa menit, mereka sudah sampai di tempat kos.

Ririn mengambil handuk kecil, lalu pergi untuk membasuh wajahnya. Sementara, Haidar masih menunggu giliran sambil menonton acara televisi. Setelah Ririn kembali, laki-laki itu langsung menarik handuk kecil yang berada di tangan perempuannya.

“Ish. Selalu seperti itu,” gerutu Ririn dengan manja, saat mengira handuknya akan jatuh karena tertarik.

Haidar hanya tersenyum, lalu meninggalkan Ririn beberapa saat.

Ketika Haidar kembali, ia melihat tenpat tidurnya telah rapi dan bersih. Ruangan empat kali lima meter itu seketika menjadi harum semerbak bunga. Ia melihat perempuannya tengah duduk dengan selimut dalam peluknya.

“Ada apa?” tanya Haidar saat menggantung handuk kecil, lalu mendekat di samping perempuannya.

Ririn hanya diam. Tatapannya menurun, mengarah pada lingkaran kecil di jari manisnya. Haidar menggapai jemari perempuan itu, seraya menggenggamnya dengan hangat.

“Bersabarlah. Keadaan seperti ini tidak akan lama. Setelah kontrak tugasku selesai, aku akan mengajukan kontrak selanjutnya di kota tempatmu tinggal. Setidaknya, pertemuan kita tidak harus menyeberang lautan,” ujar Haidar meyakinkan perempuannya.

Ririn hanya menggangguk pelan. Lalu, Haidar memeluknya erat, mendekapnya dengan hangat bersama selimut yang melingkar di tubuh Ririn.

**

Lihat selengkapnya