Untuk dua tahun yang akan kau selami, dalam sepi, hanya seorang diri. Mampukah tuan tetap menjaga hati, untuk puan yang sedang menanti?
***
Empat bulan berlalu, hari demi hari, komunikasi antara Ririn dan Rama hampir tidak ada lagi. Beberapa kali, keduanya pernah saling membalas Stories Instagram. Namun, beberapa kali juga, percakapan yang mereka ciptakan tidak berujung pada hal yang diharapkan. Dalam hatinya, Ririn merasakan keraguan akan perasaannya pada laki-laki itu. Sementara, Rama mulai tidak percaya diri pada harapannya setelah penolakan yang diterimanya lima bulan lalu.
Semester lima, jadwal kuliahnya hanya empat hari dalam sepekan. Senin sampai Kamis, Ririn menghabiskan waktu di kampus hingga petang. Hari ini, perkuliahan selesai lebih awal, karena dosen Jurnalistik berhalangan hadir. Meskipun begitu, amanat untuk tetap melangsungkan pembelajaran dilaksanakan.
Setiap hari, selesai kuliah, jika di antara keduanya tidak memiliki kegiatan tambahan, Ririn dan Tina akan pulang bersama. Terhitung sejak pertengahan semester tiga, mereka sepakat untuk berjalan bersama menuju halte, tempat keduanya menaiki angkutan umum.
Pukul lima, Ririn sudah sampai di tempat kos. Ia langsung membersihkan diri, lalu mengambil wudu karena waktu hampir magrib. Selanjutnya, perempuan itu meraih sebuah novel pemberian temannya. Novel yang memberikan inspirasi baginya. Akan sangat disayangkan jika ia hanya membacanya satu kali.
Tidak lama waktu yang Ririn habiskan untuk membaca hari ini, hanya sampai waktu azan magrib. Biasanya, ia akan mengisi daya baterai ponselnya hingga isya. Karena setelah itu, ponselnya akan mendapati pesan Whatsapp atau panggilan telepon dari seseorang yang tidak asing namanya. Namun, kini nama itu tidak pernah lagi muncul di layar ponselnya. Oleh karena itu, sekitar pukul setengah delapan, Ririn sudah pergi untuk tidur lebih awal.
Dingdingdingtring…
Notifikasi khusus itu tiba-tiba terdengar kembali. Setelah sekian lama, akhirnya Rama mengirimkan sebuah pesan. Ririn yang sedang tidur, langsung membuka mata dan segera meraih ponselnya.
Kak Rama: (sebuah undangan) [19.50]
Kak Rama: Assalamualaikum. [19.50]
Kak Rama: Datang ya, Dik. [19.50]
Ririn: Waalaikumsalam. Insyaallah, Kak. [19.51]
Kak Rama: Sudah mau tidur, kah? [19.51]
Ririn: Memangnya ada apa? [19.52]
Rama tidak lagi membalas pesan Ririn, namun profil Whatsapp-nya terlihat online. Beberapa menit kemudian, panggilan telepon tiba-tiba muncul di ponsel Ririn.
Dingdingding.. dingdingdingding..
Dingdingding.. dingdingdingding..
Itu bukan nada panggilan telepon biasa. Itu nada dering panggilan masuk yang sengaja dikhususkan Ririn. Perempuan itu menerima panggilan dari ponselnya.
“Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam,” jawab perempuan itu.
“Aku mengganggu, tidak?” tanya Rama di dalam telepon.
“Tidak. Ada apa, Kak?” jawab Ririn sedikit canggung.
Perasaan gugup dan canggung kini kembali dirasakannya. Ditambah, perasaan tidak enak hati kepada Rama karena telah menolaknya. Sementara, Rama terdengar sedikit mengatur percakapan agar tidak berujung pada hal yang tidak diharapakan. Suasana hening beberapa saat. Namun, Rama dengan karakter tanpa basa-basi, langsung mengutarakan tujuannya menelepon perempuan itu.
“Sabtu ini bisa datang, kan?”
“Maaf Kak. Sebenarnya, Sabtu ini ada casting untuk tugas drama.”
“Oh, ya. Tidak apa-apa,” timbal Rama sedikit murung.
“Insyaallah, Minggu pagi aku akan ke Tangerang sebagai gantinya.”
“Benar, ya? Aku tunggu, loh,” seru laki-laki itu dengan semangat.