"Jadilah bagian terindah dalam hidupku, Mas."
Rey tersenyum bahagia.
"Aku pasti akan kembali, tidak sabar untuk menjadikan kamu sebagai istriku. Tunggulah Mas sayang, jadilah bagian terindah dalam hidupku." Rey mengecup kening Lara lembut.
"Jadilah rumahku, tempat tujuanku untuk pulang. Mas janji akan selalu membahagiakanmu, memberimu hari-hari bahagia yang tak akan kamu lupakan."
Kata-katanya sendiri sempat membangkitkan hasratnya, namun di tekannya. Rey tak ingin menodai kesucian Lara sebelum waktunya.
"Tapi Janji Mas tidak akan macam-macam di luar sana." Manik Lara indah menuntut kesetiaan Rey.
Rey menatap Lara dalam.
"Percayalah pada hatimu. Apakah Mas akan mengkhianati cinta kita, terbayang pun tidak pernah apalagi sampai melakukannya."
"Trima kasih Mas, aku percaya Mas orang yang setia."
"Jangan dekat-dekat sepupumu itu."
Lara mendongak, menatap Rey penuh tanya.
"Adrian?"
"Iya."
"Dia sepupuku Mas, masa Mas berpikiran aneh begitu."
"Dia sepupu angkat, kalian tidak ada hubungan darah. Mas bisa tau dari caranya memandangmu. Dia menyimpan rasa untukmu, berhati-hatilah dengannya."
Mata Lara bergerak-gerak mencoba mengingat tingkah Adrian apakah ada yang aneh.
"Tidak kok, perasaan tingkahnya wajar-wajar aja. Mas, kok cemburu yang tidak pada tempatnya."
"Mas laki-laki, bisa tau apa arti pandangan seperti itu."
"Kamu tidak merasakannya karna kamu tidak ada perasaan apa-apa padanya."
"Tunggu dulu ...
Mas bukan kaum belok kan? Jadi Mas punya perasaan padanya makanya bisa merasakan, gitu?" Mata indah Lara membola.
"Ngaco kamu, Mas normal. Apa kamu mau coba," ujar Rey yang tanggannya langsung melingkar di pinggang Lara lalu menarik merapatkan pada tubuhnya.
Lara kaget dengan gerakan Rey yang tiba-tiba, jantungnya berdebar lagi saat kulit tubuh atas Rey yang polos menyentuhnya.
"Gerah mas."
Lara menjauhkan tubuhnya dari Rey. Namun tangan itu semakin erat mengunci tubuhnya.
"Maas ..." Jerit Lara saat Rey menyingkap ujung bajunya ke atas.
"Mas, hanya ingin buktikan padamu, kalo Mas normal."
Namun gerakannya tertahan saat matanya menangkap sesuatu di balik baju yang disingkapnya, kulit perut yang rata dengan lubang kecil di tengahnya.
Rey meneguk salivanya, di alihkan pandangan ke wajah Lara, menurunkan kembali kaos yang telah disingkapnya.
Rey menghujani ciuman bertubi-tubi di leher jenjang Lara, mengulum dan menyesap tiap inci kulit tubuh yang mulai memerah karena kulumannya.
"Ja-jangan ... tidak perlu. aku tau, Mas normal kok." suara Lara terdengar parau seperti ada sekat di tenggerokannya, karena reaksi tubuhnya atas sentuhan Rey.
"Tapi Mas ingin membuktikan." Goda Rey nakal. Tetap melanjutkan aksinya membenamkan wajahnya di ceruk leher Lara.
Lara bergerak seperti ikan yang berenang tanpa air. Sensasi yang diberikan Rey membuatnya hampir kehilangan kendali.
"Maas ... "
"Ti-tidak perlu untuk Mas buktikan apa-apa sekarang, nanti saja setelah kita menikah."
"Nyesal nanti kalo sudah nikah, kamu taunya Mas tidak normal, mendingan sekarang aja ya?"
"Tidak perlu kok, aku tau Mas normal. Aku tidak akan menyesal." Raut wajah Lara memerah.