Di bawah langit yang keemasan, seorang bocah laki-laki mengayunkan pedang dengan penuh keberanian.
Di hadapannya sebuah manusia jerami terpasang.
Kaki bocah itu menancap di bumi bagaikan pasak.
Nafasnya kuat, kuda-kudanya hebat, ayunannya mematikan.
Satu tebasan.
Manusia jerami terpotong dan pedangnya menemui ajal.
Bocah itu memperhatikan genggamannya yang terbungkus otot tebal, juga gagang pedang yang dijatuhkan tanpa sengaja.
Matanya beralih ke serpihan mata pedang yang berhamburan di atas rumput.
Hati-hati dia kumpulkan serpihan itu.
Dia menghela nafas.
"Lagi-lagi senjataku hancur."
Bocah itu berbalik, meninggalkan manusia jerami itu sendirian.
Pondok kecil rusuh menyambut kehadirannya, beserta sosok wanita tua yang tidak lain adalah ibunya.
Bocah itu membuka tangannya, serpihan pedang jatuh ke dalam kendi.
Bocah itu berusaha menjelaskan apa yang telah terjadi, namun ibunya yang melihat tangan berotot bocah itu segera memahami.
Ibunya mengusap rambut anaknya saat anaknya itu tidak tahu bagaimana harus menjelaskan.
Dengan suara sehalus sutra—wanita yang dikenal dengan nama Madam Eve ini berkata, "Tidak apa-apa nak. Kau melakukan hal yang benar. Berlatih dan mengumpulkan serpihan pedangmu agar tidak ada yang terluka karenanya."