“Apa, Bu? Pengajian?” Pak Eko baru pulang lembur dengan rupa kuyu dan istrinya kini mengajukan permintaan mendadak seperti itu. Memang, istrinya meminta secara baik-baik setelah mereka selesai makan malam dan sekarang sedang leyeh-leyeh di depan TV sebentar sebelum tidur. Namun, tetap saja permintaan itu mengusiknya. Pasti ada hubungannya dengan tempelan plester luka pada lengan sang istri. Ia bahkan tidak bisa memercayai cerita sang istri akan kelakuan aneh kucing tetangga yang hari ini menyebabkan kehebohan di ruang makan. Kekanakan. Istrinya bagai anak kecil yang sedang berhalusinasi saja.
“Iya, Pak. Kan rumah kita juga sudah lama sepi nggak ada acara keluarga. Itung-itung, ini untuk doa berkat dan keselamatan kita sekeluarga. Juga Kamila.” Kalimat di ujung penjelasan sang istri membuat suaminya mengernyit.
“Kamila? Anak itu bikin masalah apa lagi?” tanya Pak Eko gusar.
“Pak, kok ngomong begitu?” Naluri keibuan Bu Ratih segera memprotes. Tanggapan suaminya sebelas dua belas dengan putra mereka, Kamil. Kamila langsung dijadikan kambing hitam dalam topik pembicaraan.
“Pak, ini bukan untuk Kamila saja. Tapi juga keluarga kita.”
“Kamila itu memang selalu bikin masalah, Bu. Nggak pernah bisa diatur. Menurut Ibu, kenapa keluarga kita dan tetangga sekarang ogah main ke rumah? Sejak Kamila koma nggak sadar-sadar, rumah ini jadi suram! Mereka jadi malas main ke sini. Ibu saja yang selama ini tutup mata dan selalu membela anak itu!” Segera saja perbincangan yang awalnya berniat baik itu menjadi pertengkaran panas.
“Astagfirullah, Pak. Istigfar! Kita sedang ditimpa cobaan, jangan ditambah lagi penderitaan anak kita ...." Bu Ratih memohon.
“Bapak sudah cukup bersabar, Bu. Selama ini kurang apa, coba, perlakuan Bapak ke Kamila, tapi anak itu memang susah diatur. Sampai mau mati pun, anak itu masih saja menyusahkan kita.”
“Pak!” Bu Ratih menggeleng dengan emosi menggumpal di ujung lidah. "Dulu," katanya dengan napas berat berkejaran, ”Bapak juga yang memaksa Kamila dibawa pulang, padahal mestinya anak kita saat ini dirawat di rumah sakit. Bapak tidak mengharapkan Kamila bangun lagi?"