Kacau! Benar-benar kacau!
Keadaan tidak terkendali, Kapsul yang Theo naiki tiba-tiba hilang kendali, terseret ke sana kemari, tidak keruan bentuknya. Bagian dalam Kapsul acak-acakan, seperti kapal yang terkena badai.
Di tengah bencana itu, salah satu dari mereka tidak sengaja menekan tombol, membuat semakin kacau, kecepatan alat itu bertambah, mereka menjerit.
Theo berusaha mengatasi situasi kacau itu, dia berusaha berdiri, mencengkram kemudi dengan keras, berusaha mengendalikannya.
Theo menekan sembarang tombol, teriakan teman-temannya semakin membuatnya panik.
Untuk sejenak, ketiga orang yang berada di sana merasa tenang, Kapsul itu dapat dikendalikan, tapi kejutan lain datang tanpa diminta.
Tiba-tiba di depan mereka terdapat cahaya putih yang menyilaukan mata, mereka menyipitkan mata. Mely bertanya, “Cahaya apa itu?”
Tidak ada yang menjawab, Roy dan Theo sama-sama bingung, tidak tahu apa yang terjadi.
Semenit setelah cahaya itu datang, terjadi benturan yang amat keras, badan mereka terpental ke depan.
Lantas hening, alat itu tidak bergerak sama sekali, Theo terdiam, berusaha bangun, lututnya membiru karena terbentur dashboard.
Mely mengaduh kesakitan, menggosok-gosok pelipisnya yang memar.
Roy dengan khawatir memeriksa Mely. “Kau tidak apa-apa, Mely?”
Mely berusaha berdiri, sempat gontai, Roy segera membantu Mely keluar, mengikuti Theo yang sudah lebih dulu keluar.
“Terima kasih, Roy.” Mely tersenyum, Roy mengangguk, tidak masalah.
Bagian depan Kapsul rusak, karena menabrak sebuah pohon hingga pohon itu tumbang. Asap mengepul keluar.
Eh, tunggu. Ada pohon? Theo bertanya dalam hatinya. Setahunya, di kota tempatnya tinggal tidak ada hutan. Lalu di mana dia sekarang?
Theo mendongkakkan kepalanya ke atas, terlihat pohon-pohon yang berjajar rapi, daun-daun yang hijau, kanopi-kanopi menghalangi cahaya yang masuk, membuat suasana gelap.
“Sepertinya kita tersesat.” Roy menyimpulkan keadaan, patah-patah membantu Mely berjalan, mendekati Theo.
“Lantas kita harus bagaimana?” Roy bersuara lagi.
Theo menggeleng, dia juga tidak tahu harus berbuat apa. Theo menghela napas, mendekati Kapsul-nya, memeriksa alat kesayangannya sejenak.
Berdecak. “Alat ini rusak parah, tapi walaupun sudah reyot begini masih berfungsi, tapi jika dipaksakan takutnya membuat penumpangnya dalam masalah. Tapi tenang, alat ini bisa diperbaiki dalam waktu seminggu.” Theo menyimpulkan.
“Kalian bisa beristirahat dahulu, duduk dan bersandarlah di pohon ini, aku akan mengeluarkan barang-barang kita. Setelah itu kita akan keluar dari hutan ini, mencari penginapan,” ujar Theo.
Mely dan Roy mengangguk, duduk di dekat pohon. Roy berbicara beberapa kalimat ke Mely, ia mengangguk, Roy segera berdiri membantu Theo.
“Apa kau yakin di sini ada penginapan, Theo?” tanya Roy.
“Eh?” Theo baru sadar, mereka bukan tersesat di abad yang sama, tapi mereka tersesat di abad lain. Entah itu di masa lalu atau masa depan.
Bagaimana jika masyarakat di abad ini orang yang tidak ramah? Bagaimana kalau mereka tidak menerima pendatang baru.