Windri Pabendan terbangun dengan perasaan aneh pagi itu. Matanya berat, kepalanya pening, dan di luar kamar terdengar suara gaduh. Awalnya ia kira itu cuma tetangga yang lagi renovasi rumah, tapi ternyata
“AR-KA-NA! ANGKAT HASHTAGNYA LEBIH TINGGI!”
“Aku sudah coba, Lira! Tapi fotonya nggak muat di bingkai postingan ini!”
Windri meringis. Apa lagi yang mereka lakukan sekarang…
Dengan langkah gontai, ia keluar kamar, lalu mendapati pemandangan yang bikin jantungnya hampir berhenti: ruang tamunya telah berubah menjadi markas kampanye media sosial.
Di meja, ada laptop dan ponsel berserakan. Di dinding, ada poster dengan tulisan:
#SaveArkana
#HappyEndingForLira
#SpinOffUntukKumo
Dan tentu saja, Lira sedang mengetik cepat di laptop Windri, sementara Arkana memegang papan karton bertuliskan hashtag besar, seakan-akan sedang demo jalanan.
Windri menjerit.
“APAAN INI?!”
1. Akun Pertama: @HappyEndingSquad
Lira menoleh dengan santai, wajahnya sumringah.
“Oh, pagi, Windri. Kami baru saja bikin akun Twitter—eh, X—namanya Happy Ending Squad. Tujuannya? Ya jelas, melawan editor misterius itu. Kalau kita punya dukungan publik, dia nggak bisa seenaknya bikin ending tragis.”
Windri hampir kejang.
“Kamu… kamu… bikin akun pake emailku, ya?!”
Lira pura-pura batuk. “Eh, itu detail kecil. Yang penting sekarang kita sudah punya seribu follower!”
“SERIBU?! KALIAN BARU BIKIN AKUN TADI MALAM!” Windri hampir gila.
Arkana menyeringai dengan bangga. “Ya, itu karena aku unggah foto dramatis dengan caption ‘Aku tidak ingin mati tragis hanya demi plot. Tolong dukungku.’ Orang-orang suka banget, katanya aku relatable.”
Windri membeku. “Kamu… nge-post foto SELFIE?!”
Arkana mengangguk polos. “Kenapa tidak? Aku kan harus dekat dengan pembaca.”
Windri ingin pingsan. Karakternya sendiri sekarang lebih populer daripada dirinya.
2. Kumo Sang Admin Nyeleneh
Tiba-tiba Kumo muncul dari dapur, sambil bawa sekotak donat. “Eh, pagi semua! Aku baru posting meme baru: ‘Ketika penulis ingin ending tragis, tapi pembaca cuma mau happy ending.’ Boom! Viral. 20 ribu like.”
Windri menoleh cepat. “APA?!”
Kumo mengangkat ponsel, memperlihatkan hasilnya. Meme itu sederhana: foto Windri sedang ketiduran di meja (jelas hasil jepretan diam-diam), ditambah tulisan: ‘Sad Ending Generator’.
Windri langsung melongo. “KUMO!!! KENAPA FOTO MALUIN AKU YANG DIPAKE?!”
Kumo mengunyah donat santai. “Yah, konten harus autentik, kan? Orang suka liat sisi asli penulisnya.”
Lira mengangguk setuju. “Betul. Ini namanya personal branding.”
Windri memegangi kepala. “Tuhan… rumahku resmi jadi agensi marketing gila.”
3. Trending Topic