Kaki ku setiap malam selalu di baluri arak cina, bukan hanya kaki, bahkan tangan dan seluruh badan agar otot-otot saya tidak kaku.
Setiap pagi ibu selalu menuangkan air tajin ke dalam gelas belimbing kaca untuk saya minum, terkadang saya tambahkan sedikit gula agar tidak terasa hambar.
"Meminum air tajin lagi, air tajin lagi" pikir ku penuh kebosanan.
Dan ibu selalu memakai kan baju dan celana, bahkan mengendong saya yang kadang masih terasa lemas.
Memang jaraknya tidak jauh hanya satu sampai dua kilo meter kira-kira.
Ibu mengendong ku dengan nafas yang ter-enggah-enggah, di saat itu saya belum mengerti banyak hal.
Di keluarga selalu bergantian menggendong saya dan bergantian pula melatih kaki saya serta menopang tubuh saya setiap hari nya.
Dan ketika ada rezeki lebih ayah membelikan saya sepeda roda empat. Supaya kaki saya terus menjadi kuat dan sampai saya bisa berjalan sendiri tanpa di gendong lagi.
Meski takdir saya sebagai penyandang disabilitas tetap melekat sepanjang umur hidup.