Jia dan Bimo pergi, saat sampai di rumah Bimo. Jia terdiam, Jia merasa takut untuk bertemu ibu Bimo.
" Kamu tidak perlu takut, aku tidak akan meninggalkan kamu," Bimo tersenyum dan menggenggam erat tangan Jia.
Jia mengambil nafas untuk menenangkan dirinya, "baiklah sekarang aku siap."
Jia tersenyum, mereka masuk ke dalam rumah. Jia terkejut melihat ibu Bimo yang sudah menunggu di ruang tamu, ibu Bimo terlihat sangat tegas dan itu membuat Jia takut.
"Selamat malam tante," Jia tersenyum.
"Selamat malam, sepertinya kamu bukan perempuan muslim," ucap Ibu Bimo dengan tegas.
"Ma, jangan seperti itu." Bimo meminta ibunya untuk tidak berkata kasar pada Jia, Bimo ingin ibunya mengenal Jia.
"Iya tante, saya memang bukan perempuan muslim." Jia tersenyum walaupun ada sedikit rasa sakit di hatinya karena ucapan ibu Bimo.
"Saya tahu, kamu perempuan yang baik, sehingga mampu mengambil hati putra saya." Ibu Bimo menatap Jia dengan tajam, Jia hanya terdiam mendengar perkataan ibu Bimo.
"Saya yakin, kamu pasti tahu perbedaan diantara kamu dan putra saya sangat besar. Saya tidak ingin putra saya meninggalkan tuhannya hanya untuk cinta, tante ingin kamu meninggalkan putra tante. Tante tidak ingin putra tante berharap untuk sesuatu yang tidak mungkin, maafkan tante tidak bisa merestui cinta kalian."
Jia tersenyum, menahan kesedihan di hatinya, "iya tante, saya tahu. Perbedaan diantara saya dan putra tante sangat besar, saya akan menjauhi putra tante. Kalau begitu saya pamit, permisi."
"Jia tunggu," Bimo menggengam tangan jia, Bimo mencoba mencegah Jia untuk pergi.
"Lepaskan tangan Jia."
"Aku tidak akan melepaskan Jia."
"Jadi kamu lebih memilih perempuan yang baru kamu kenal daripada mama yang melahirkan dan membesarkan kamu?"
"Maafkan aku Jia," dengan berat hati Bimo melepaskan tangan Jia
Jia tersenyum walaupun sakit hati mendengar perkataan Bimo, Jia kembali ke rumah. Bimo sedih karena dia sudah menyakiti hati Jia, padahal Bimo sudah berjanji pada Jia bahwa dia tidak akan pernah menyakiti Jia.
Bimo menatap ibunya dengan sedih, "mama kenapa mengatakan hal seperti itu, mama tahu aku sangat mencintai Jia."
"Sudah Bimo, biarkan dia pergi. Jika kalian berjodoh pasti kalian akan bersama suatu hari nanti."
"Bagaimana kita bisa bersama jika mama sudah mengusir Jia begitu saja?"
"Mama lakukan ini untuk kebaikan kamu," ucap Ibu Bimo dengan tegas.
"Kebaikan apa ma?" Bimo menangis.
"Mama tidak ingin kamu mengharapkan seseorang yang tidak mungkin kamu miliki, perbedaan kalian terlalu banyak."
"Tapi bukan berarti mama bisa usir Jia seperti tadi," dengan marah Bimo masuk ke dalam kamar.
Bimo mengambil ponsel dalam tas miliknya, "Aku ingin menghubungi kamu, tapi aku takut jika kamu marah dan membenciku."
Bimo sedih karena mulai sekarang dia harus menjauh dari Jia, sesuai keinginan ibunya.
~~~
Jia berlari keluar dari rumah Bimo dengan air mata yang mengalir membasahi pipinya, tiba-tiba hujan turun dan Jia berhenti. Jia menatap langit tanpa bintang, "kenapa aku menangis? Padahal aku tau jika kemungkinan besar ibu bang Bimo tidak menyukai aku." Jia tersenyum menerima kenyataan.
Jia terus berjalan sampai ke rumah, Jia mengetuk pintu. Sofia membuka pintu dan terkejut melihat Jia yang basah kuyup, Sofia khawatir melihat mata Jia yang bengkak karena menangis. Sofia tahu jika Jia menangis saat hujan.
"Ayo masuk kak," Jia dan Sofia duduk di kursi ruang tamu.
"Kakak tunggu disini, Sofia ambil handuk untuk mengeringkan tubuh kakak." Sofia secepat mungkin mengambil handuk dari kamarnya.
"Kakak keringkan tubuh kakak dulu, aku buatkan teh hangat." Sofia tersenyum, Jia hanya mengangguk tanpa kata. Secepat mungkin Sofia membuat teh hangat dan kembali ke ruang tamu.
"Kakak minum dulu," Jia meminum teh buatan Sofia dan meletakkan gelas ke meja.
"Sebenarnya apa yang terjadi? Dimana bang Bimo?" tanya Sofia yang marah melihat kakaknya basah kuyup.
"Ibu bang Bimo tidak setuju dengan hubungan kami, dan melarang bang Bimo untuk dekat denganku." Sofia terdiam, Sofia tahu kakaknya sedang patah hati.
"Jadi Bimo ninggalin kakak begitu saja, tidak mengantar kak Jia?" Jia hanya terdiam tidak menjawab pertanyaan Sofia, tanpa Jia menjawab. Sofia sudah tahu jawabannya.
"Sekarang kak Jia istirahat kemudian tidur, kakak besok mengajar di sekolah kan?" Sofia tersenyum, Sofia berharap Jia bisa melupakan Bimo.
"Ayo kak, aku antar ke kamar." Sofia tersenyum untuk menghibur hati kakaknya.
"Tidak perlu Sofia, aku bisa sendiri. Kamu pastikan pintu dan jendela sudah terkunci semua," Jia masuk ke dalam kamar, Sofia mengunci pintu sesuai perintah Jia.
Jam 6 pagi, Jia meminta izin kepala sekolah untuk tidak mengajar karena sakit demam. Sofia bingung sudah jam 6 pagi kenapa kakaknya tidak ada, Sofia mengetuk pintu kamar Jia.
"Kak Jia ada di dalam kamar? Boleh aku masuk?"
"Iya Sofia, masuk saja," ucap Jia dengan lirih, Sofia membuka pintu kamar Jia dan duduk di kursi meja rias disamping tempat tidur.
"Kak Jia sakit?" tanya Sofia dengan lembut.
"Aku cuma deman, kamu tolong beli makanan buat kita sarapan."
"Kak Jia ingin makan apa?"
"Aku makan bubur ayam, sama belikan roti tawar dan susu rasa strawberry."
"Ada tambahan lagi?"
"Sama obat demam dan vitamin di apotek."
"Siap nanti aku beli, kalau begitu aku pergi dulu. Kak Jia istirahat saja," Sofia berdiri.
"Kamu ambil uangnya di dalam tas itu dan jangan lupa kunci pintu ya Sofia." Jia tersenyum dan menunjuk ke arah tas yang ada di meja rias.
Sofia tersenyum, "tidak perlu kak, pakai uang aku saja untuk hari ini."
"Kamu yakin?" tanya Jia dengan ragu.
"Iya kak, uang dari kak Jia masih banyak, kak Jia tidak perlu khawatir. Sekarang kak Jia tidur. Sekarang aku pergi beli makanan dan obat," Sofia menyelimuti Jia, Jia tertidur.
Sofia keluar dari kamar Jia, "kasian kak Jia, pasti dia sangat sakit hati, aku tidak akan membiarkan Bimo menyakiti kak Jia lagi. Awas saja sampai aku bertemu dengan dia," Sofia menarik nafas untuk mengatur emosi.
Satu jam kemudian, Sofia masuk ke dalam kamar Jia meletakkan makanan dan obat di meja rias, "kak bangun, ayo makan dan minum obat."
Suara Sofia membuat Jia terbangun, "kamu sudah makan Sofia?"
"Belum kak, aku ingin kak Jia makan dulu. Kalau kak Jia istirahat baru aku makan," Sofia tersenyum.
"Kamu jangan lupa makan, jangan sampai sakit," ucap Jia dengan lirih.
"Iya kak, sekarang kak Jia makan biar aku suapin."
"Gak perlu Sofia, aku bisa makan sendiri."
"Tapi aku ingin menyuapi kak Jia, boleh ya kak?"
"Ya sudah kamu yang suapin," Jia tersenyum, Jia makan dengan lahap. Sofia tersenyum, walaupun Jia sakit tapi Jia masih makan dengan lahap.
"Sekarang kak Jia minum obat terus istirahat, biar cepat sembuh." Sofia tersenyum memberikan obat dan air minum.
"Terima kasih Sofia, sekarang kamu makan biar tidak sakit, apa kamu pergi ke kampus hari ini?"
"Aku di rumah saja, aku ingin merawat kak Jia." Sofia tersenyum.
"Aku baik-baik saja Sofia, kamu bisa pergi kuliah."
"Kak Jia tenang saja, aku tadi sudah izin, jadi sekarang aku bebas merawat kak Jia seharian." Sofia tersenyum, Jia tersenyum bahagia karena memiliki adik yang sangat baik seperti Sofia.
"Ya sudah, kamu makan. Nanti kalau ada apa-apa panggil aku saja, sekarang aku mau istirahat."
"Selamat istirahat kak," Sofia menyelimuti Jia, setelah memastikan Jia tidur. Sofia keluar dari kamar.
Jam 1 siang, Jia merasa demamnya sudah turun. Tubuhnya sudah lebih sehat, Jia keluar kamar. Jia melihat adiknya tertidur di depan televisi, Jia pergi ke dapur untuk memasak.
"Sofia tidak menghabiskan makanan yang tadi dia beli, pasti rasanya tidak sesuai dengan selera Sofia." Jia tersenyum melihat sayur yang masih banyak di panci, dan 2 potong ayam goreng.
Jia mengolah sayur di panci dengan menambahkan beberapa bumbu, supaya Sofia menyukai makanan tersebut dan memasak hingga mendidih. Jia memasukkan air dan bumbu ke dalam panci kecil dan kemudian merebus ayam yang sudah ditusuk dengan garpu supaya bumbu tambahan bisa meresap ke dalam daging ayam, Jia memasak hingga ayam dalam panci mendidih.
Jia menggoreng ayam hingga matang, setelah memasak, Jia mencuci piring dan semua peralatan masak hingga bersih. Jia membawa makanan ke meja makan, Jia membangunkan Sofia yang sedang tidur.
"Sofia bangun, kamu mandi sekarang." Sofia yang terkejut melihat Jia, Sofia mencoba mengucek matanya.
"Kak Jia sudah sembuh?" tanya Sofia dengan bingung.
"Aku sudah lebih sehat sekarang, kamu tidak perlu khawatir." Jia tersenyum.
"Aku senang jika kak Jia sudah lebih sehat, kak Jia juga mandi terus kita makan bersama." Sofia tersenyum.
"Iya Sofia, kamu juga mandi. Seharian kamu belum mandi."
"Bagaimana kak Jia tahu, kalau aku belum mandi?"
"Aku ini kakakmu, tentu aku tahu."
Sofia tersenyum, "kak Jia emang yang terbaik, ya sudah aku mandi."
Sofia mencium pipi Jia sebagai ungkapan sayang, Jia tersenyum melihat Sofia yang sudah dewasa tapi tetap kekanak-kanakan. Jia masuk ke dalam kamar, semenjak kematian nenek. Jia sengaja membuat kamar mandi ada di dalam kamar supaya Jia dan Sofia tidak bergantian dan menunggu lama.