Jam setengah 7 pagi, Jia pergi ke makam kedua orang tuanya. Setelah berdoa, Jia terdiam menatap foto kedua orang tuanya.
"Pa, ma. Kalian sering bilang ke Jia, apapun yang Jia pilih dan lakukan pasti akan selalu di dukung selama itu baik."
Jia menghela nafas, "entah kenapa akhir-akhir ini Jia ingin menjadi muslim, tapi bukan maksud Jia menghina agama keluarga kita."
Jia menundukkan kepalanya, "Jia hanya ingin memiliki hidup yang sederhana, tidak dianggap berbeda."
Jia terdiam, "maafkan Jia, jika keinginan Jia membuat kalian sedih. Jia pamit ya pa, ma."
Jia menatap sedih wajah kedua orang tuanya, Jia kembali ke rumah, saat Jia masuk ke rumah, Jia melihat Sofia keluar dari kamar.
"Kakak dari mana?"
"Aku dari makam papa dan mama," Jia menutup pintu.
"Kenapa kakak tidak mengajak aku?"
Jia duduk di kursi, Jia menghela nafas. "Aku hanya ingin cerita ke papa dan mama, maaf tidak mengajak kamu."
Sofia duduk disamping Jia, "jangan bilang ini tentang yang kemarin."
Dengan berat hati Jia menjawab, "iya Sofia, aku ke makam untuk meminta restu papa dan mama."
Sofia kesal mendengar perkataan Jia, "kakak jangan konyol, jangan karena Bimo jadi kakak pindah agama. Masih banyak laki-laki di dunia ini kak."
"Ini bukan tentang Bimo, tapi ini keinginan hatiku. Bukan juga paksaan dari siapapun," ucap Jia dengan tegas.
"Aku mohon kak, pikirkan semua sekali lagi. Bagaimana mungkin kita pindah agama, kita bahkan tidak paham apapun tentang Islam."
"Aku sudah yakin untuk beragama Islam, aku tidak pernah memaksa kamu untuk beragama Islam sama seperti aku. Kamu boleh tetap pada keyakinan kamu Sofia," Jia tersenyum.
"Cukup kak, aku minta kakak jangan gegabah mengambil keputusan. Pikirkan sekali lagi," Sofia masuk ke dalam kamar, sikap Sofia membuat Jia merasa sedih.
Jia masuk ke dalam kamar, Jia duduk di tepi tempat tidur. "Aku tidak mungkin membuat keputusan sendiri, Sofia pasti lebih marah padaku."
Jia mengambil foto kelurga saat Jia masih kecil bersama Sofia, papa dan mama. Tanpa sadar Jia menangis, "pa, ma. Bantu aku memberi pengertian pada Sofia."
Seminggu berlalu, Sofia tidak berbicara pada Jia. Jia bingung bagaimana menjelaskan pada Sofia, pagi hari Jia duduk di depan televisi menunggu Sofia bangun. Jia sengaja tidak masak supaya Sofia berbicara dengannya.
Sofia pergi ke dapur, kemudian kembali tanpa kata dan masuk ke dalam kamar. Jia menghela nafas, "Sofia benar-benar keras kepala."
Jia masuk ke kamar Sofia, Jia melihat Sofia sedang tiduran di kasur. "Aku ingin bicara sama kamu, keluar dari kamar sekarang."
"Aku tidak mau bicara jika tentang kakak yang ingin pindah agama," ucap Sofia dengan kesal tanpa menatap wajah Jia.
Sofia duduk di depan meja rias, "aku tahu kamu tidak setuju, tapi bukan begini caranya menunjukkan bahwa kamu tidak setuju dengan pilihan aku."
Sofia hanya diam, "selama ini aku selalu dengarkan keinginan kamu, apa aku tidak boleh memilih untuk hidup aku sendiri?" tanya Jia dengan frustasi, tapi Sofia hanya diam.
"Sekarang kamu bisa diam sesuka hatimu, aku juga tidak akan pindah agama. Aku tahu, adik kesayangan aku tidak setuju." Jia pergi dari kamar Sofia.
Sofia merasa bersalah pada Jia, "apa aku terlalu egois? Padahal kak Jia berhak memilih apapun untuk hidupnya."
Sofia menatap foto dia dan Jia, "selama ini kak Jia selalu baik padaku, kenapa aku melarang keinginannya?"
Sofia keluar kamar, Sofia masuk ke dalam kamar Jia. Sofia melihat Jia sedang duduk di depan meja rias, "kak, aku ingin bicara." Sofia menundukkan wajahnya.
"Bicara apa?"
"Aku minta maaf, selama ini aku selalu egois. Padahal kakak berhak memilih apapun sesuai keinginan kakak," Jia tersenyum mendengar perkataan Sofia.
Sofia menghela nafas, "kakak boleh pindah agama menjadi Islam, aku tidak akan melarang."
Jia memeluk adiknya karena bahagia, "terima kasih Sofia, kakak sayang sekali sama kamu."
Jia dan Sofia tersenyum, "apa kamu juga ingin pindah agama seperti aku?"
"Mungkin aku ingin, supaya kita bisa selalu bersama tapi tidak untuk sekarang."