Penyesalan

Widayanti
Chapter #12

Kesedihan #12

"Maaf Jia, sebenarnya saya hanya ingin tahu, apakah pelaku pemerkosaan putri saya adalah orang yang sama dengan orang yang memperkosa adikmu."

"Tidak apa pak, saya paham. Hati anda pasti hancur mengetahui putri anda diperkosa," Jia meneteskan air matanya mengingat Sofia. 

"Bagaimana kondisi putri bapak?"

"Dia ada di ruang sebelah, di ketakutan dan tidak ingat tentang saya." Pak Rama sedih melihat putrinya, Jia mengikuti dan melihat kondisinya. 

"Saya mengerti kenapa putri bapak seperti itu, yang memperkosa dia bukan manusia melainkan iblis," ucap Jia dengan marah, mereka menunggu selama dua jam. Dokter keluar dari ruang UGD. 

"Bagaimana dokter?" tanya pak Rama.

"Hasilnya sama, dan pelaku pemerkosaan putri anda adalah orang yang memperkosa adik dari nyonya ini," ucap dokter dengan tegas, pak Rama merasa sedih dan marah mendengar perkataan dokter.

"Untuk surat hasil kematian akan selesai setengah jam lagi," dokter menjelaskan.

"Saya mohon jangan tulis keterangan pemerkosaan untuk adik saya," dokter hanya terdiam. 

"Tulis sesuai keinginan dia," ucap pak Rama dengan tegas. 

"Baik, mohon tunggu sebentar." Dokter masuk ke dalam UGD. 

"Terima kasih Jia, sudah membunuh mereka." Pak Rama tersenyum. 

"Terima kasih bapak sudah mau membantu adik dan suami saya," Jia menundukkan kepala memberi hormat. 

"Saya akan menelepon kepolisian untuk mempersiapkan pemakaman terbaik untuk suami dan adikmu, kamu ingin mereka di makamkan dimana?"

"Saya ingin mereka di makamkan di pemakaman dekat rumah saya, terima kasih untuk semuanya."

"Kamu tidak perlu berterima kasih, Bimo adalah orang yang baik. Bimo pantas mendapatkan yang terbaik, kalau begitu saya permisi." Pak Rama menjauh untuk menelepon, Surya mendekati Jia. 

"Jia apakah kamu lapar? Aku akan mencari makanan untuk kamu," Surya tersenyum. 

"Tidak perlu, aku tidak lapar." Jia duduk dengan tatapan kosong, Surya juga duduk di samping Jia. 

"Apakah kamu sudah menelepon Ani? Dari siang dia khawatir tentang keadaan kamu," Surya memberi tahu. 

"Kamu bawa handphone? Aku pinjam untuk menelepon Ani," Surya memberikan handphone miliknya. 

Jia menelepon Ani, anu menerima panggilan telepon dari Jia. "Halo Surya, bagaimana Jia?"

"Halo Ani, ini aku Jia." Ani mengehela nafas lega mendengar suara Jia.

"Alhamdulillah Jia, kamu baik-baik saja. Bagaimana dengan adik dan suami kamu, mereka baik-baik saja?" Jia hanya terdiam. 

"Jia ada apa?" tanya Ani bingung. 

"Adikku diperkosa dan dibunuh, suamiku juga meninggal karena menyelamatkan aku." Jia menangis. 

Ani terdiam mendengar perkataan dan tangisan Jia, "kamu dimana? Aku ke sana sekarang."

"Aku ada di rumah sakit, nanti Surya yang akan menjemput kamu dan Andra. Andra baik-baik saja?" tanya Jia khawatir. 

"Andra baik, kamu tidak perlu khawatir. Aku menjaganya penuh kasih sayang, seperti putraku sendiri."

"Terima kasih Ani," Jia tersenyum. 

"Tidak perlu berterima kasih, kita sahabat." Ani tersenyum, Jia mematikan panggilan telepon.

"Ini handphone kamu, nanti kamu jemput Ani dan Andra ya." Jia memberikan handphone Surya. 

"Iya Jia, nanti aku akan menjemput Ani dan Andra." Surya tersenyum, Jia mengambil tas milik adiknya, Jia mengeluarkan pistol. 

"Ini pistol milik bang Bimo, kamu simpan. Aku tidak ingin Andra terluka," ucap Jia dengan wajah serius. 

Lihat selengkapnya