Ainur menggosok giginya pelan. Matanya masih bengkak setelah menangis kemarin. Bayangan mantan kekasihnya terus menari dalam pikiran. Ainur menghela napas lemah, ia kembali teringat kenangan bersama Dimas. Entah hanya perasaannya atau memang kebetulan kisah asmaranya mirip dengan FTV yang sering ditonton Rani setiap sore.
Membayangkan bertemu Dimas dan Alya membuat hatinya berdenyut. Ainur enggan untuk beraktivitas hari ini. Ia ingin tidur menghabiskan waktu bermalas-malasan dan tentu menangis sepuasnya. Ia ingin menenangkan hatinya yang hancur. Ainur iri dengan adiknya yang diskorsing sehari. Andai dirinyalah yang dihukum, dengan senang hati Ainur akan menerimanya.
Senyum Ainur mengembang saat sebuah ide terlintas di kepalanya. Ainur segera menyelesaikan ritual pagi di kamar mandi dan bergegas membangunkan Rani yang terlelap seperti kerbau.
Erangan dari bibir adiknya tidak sedikit pun menyurutkan niat Ainur untuk mengendorkan guncangannya pada tubuh kurus itu.
“Rani bangun, kamu harus bantuin aku kali ini,” kata Ainur tetapi bukannya bangun Rani malah memeluk bantalnya dengan erat.
“Ngantuk Kak,” sahut Rani dengan suara parau.
“Aku mohon, Ran. Kamu bangun sekarang!” perintah Ainur membuat bibir Rani manyun.
Dengan wajah cemberut dan mata yang masih terpejam Rani akhirnya duduk berhadapan dengan Ainur. Mata almond itu masih enggan terbuka. Rasanya Rani ingin berbaring seharian setelah begadang menyelesaikan tugas untuk hukumannya.
“Ran kamu harus bantuin aku. Kamu maukan gantiin aku ke sekolah. Aku belum siap ketemu Dimas,” bujuk Ainur pada adiknya. "Aku gak mau Dimas berpikir jika aku absen karena dirinya. Aku tidak mau terlihat lemah."
Rani menundukkan kepala, ia masih ngantuk dan kakaknya tiba-tiba meminta sesuatu yang aneh. Rani bahkan tidak mendengar dengan jelas permintaan Ainur. Ia terlelap dengan posisi duduk. Suara dengkuran terdengar halus di telinga Ainur. Gadis itu mendengkus kesal melihat adiknya tertidur --lagi.
“Kalau kamu mau gantiin aku hari ini, aku bakalan bantu kamu biar bisa dekat sama Rangga, bagaimana, deal?” ujar Ainur membuat kepala Rani seketika tegak.
Walau terasa berat namun Rani berusaha untuk membuka matanya. Bibirnya terangkat menyetujui tawaran Ainur.
"Deal."
Rani bersiap mandi dan mengenakan seragam Ainur. Gadis itu terlihat lebih cantik dari biasanya, tentu saja mengingat ia akan dijemputan oleh Rangga. Parfume jasmine menguar dari tubuhnya, tidak biasanya ia menggunakan wewangian yang berlebih. Ainur menggeleng melihat keceriaan adiknya yang sedang kasmaran. Bibir tipisnya tertutup lipstik pink yang membuat Rani semakin cantik. Ainur menggaruk kepala bagian belakangnya melihat penampilan Airani yang berlebih.
"Sudah, jangan berkaca terus. Nanti kacanya pecah baru tahu rasa," ejek Ainur membuat Rani manyun.
Rani hanya memastikan penampilannya tetap sempurna saat Rangga datang menjemput. Suara rem sepeda berdecit, dengan antusias Rani berlari keluar menemui Rangga, diikuti Ainur di belakangnya.
“Rani ngapain kamu pakai seragamnya Ainur?” tanya Rangga bingung.
Di belakang gadis itu muncul Ainur membawa tas selempangnya. Rangga semakin heran melihat penampilan Ainur yang menggunakan kaos warna putih dan celana jeans navy. Kedua gadis itu saling melempar senyum membuat Rangga semakin bingung.
“ Kak Rangga, aku titip Rani, ya. Hari ini aku tidak bisa ke sekolah,” ujar Ainur mendorong tubuh Rani mendekati Rangga. Rani tersenyum senang, seharian ia bisa dekat dengan Rangga. Pujaan hatinya.
Kesempatan tidak datang dua kali. Ayo Rani pepet terus jangan dikasi kendor, batin Rani menatap Rangga yang masih bengong.
“Tapi Nur―”
“Sudahlah Kak Rangga, kita berangkat saja. Entar telat lagi,” kata Rani memotong ucapan Rangga.
Dengan jantung berdebar Rani menaiki sepeda itu, tangannya berpegang pada bahu kokoh Rangga membuat ia hampir menjerit histeris. Untuk pertama kalinya ia bisa menyentuh Rangga, tentu selain berjabat tangan.
Meski hatinya kesal, Rangga pun menggayuh sepedanya meninggalkan Ainur yang tengah melambaikan tangan. Wajah Rangga tertekuk tanpa senyum seperti biasa. Sepanjang perjalanan ke sekolah tidak hentinya Rani berceloteh membuat Rangga enggan menanggapinya. Apa gadis itu tidak cukup menerornya setiap hari dengan pesan yang tidak berfaedah dan sekarang ia harus bersama gadis itu seharian. Rangga bisa mati muda.
Rangga menghentikan sepedanya mendadak membuat Rani terkejut dan tanpa sengaja mendekap Rangga dari belakang. Tangan Rani melingkar di leher Rangga, membuat dirinya mematung merasakan sesuatu yang aneh pada jantungnya. Untuk pertama kali ia dipeluk oleh wanita selain keluarganya dan sahabatnya—Ainur.
Meski Ainur dan Rani adalah saudara kembar tapi bagi Rangga mereka memiliki arti yang berbeda. Debaran jantung yang menggila membuat wajah Rangga memerah. Ia bahkan tidak tahu harus berkata apa.
“Maaf, Kak,” ujar Rani setelah turun dari sepeda. Mata mereka bertemu, saling menatap beberapa saat sampai akhirnya Ranggalah yang mengalihkan pandangan.
“Jangan ganggu aku selama di sekolah. Hari ini kamu adalah Ainur, jadi bersikaplah seperti kakakmu,” ujar Rangga membuat Rani mengangguk.
“Tapi Kak Rangga maukan nganterin aku ke kelas Kak Nur?” ujar Ainur yang dibalas desah napas panjang oleh Rangga.
Mau tidak mau untuk pertama kalinya Rangga mengantar ‘Ainur’ ke kelasnya. Ini hal teraneh yang pernah ia lakukan, selain mengatar jemput Ainur tidak pernah sekali pun Rangga bersama gadis itu selama jam sekolah berlangsung. Baginya Ainur sudah seperti saudara sendiri.
Pria itu sadar jika banyak yang menatap curiga kepada mereka karena Rani terus bergelayut manja di lenganya. Seberapa sering pun Rangga melepas tangan gadis itu tetap saja Rani akan memeluknya lagi dan lagi.
“Sudah sampai,” ujar Rangga saat berhenti di depan sebuah kelas.
Tidak sedikit pun Rangga menatap Rani membuat gadis itu cemberut dengan sikap dinginnya. Ainur benar. Rangga itu berbeda, dia sangat sulit di dekati. Seperti ada bongkahan es yang menghalangi.
“Kak Rangga,” panggil Rani manja.
Ia ingin mendapat perhatian pria itu setiap saat. Rangga menoleh dengan enggan, tanpa diduga Rani mencubit kedua pipinya membuat mata hitam itu melebar . Rani segera kabur ke dalam kelasnya meninggalkan Rangga yang mematung memegangi kedua pipinya. Wajahnya memerah entah karena marah atau malu. Rangga pun tidak mengerti.
Pria jangkung itu merutuki sikap Rani yang terlalu akrab dengannya, belum lagi teman-teman yang melihat kejadian itu bisa saja berpikir yang aneh-aneh apalagi Ainur baru putus dengan Dimas.