***
Batang, 21 Januari 2035, dini hari.
Di bawah sinar bulan yang dingin, sekelompok truk melaju menembus hutan yang sunyi, meninggalkan jejak di tanah berdaun. Suara gemerisik dedaunan menari di udara malam, sementara burung hantu bersahutan, menciptakan simfoni misteri yang menyertai perjalanan mereka.
Rombongan truk tersebut mengangkut pasokan penting ke kota, namun memilih jalan memutar demi menghindari jalan utama yang telah menjadi medan pertempuran bagi para penjarah serta geng berbahaya.
Di antara konvoi itu, Teguh, seorang paruh baya duduk di atas truk kedua. Dia adalah seorang tenaga portir sukarelawan dari negara yang diberi misi untuk memastikan pasokan tersebut sampai dengan selamat.
"Sangat nostalgia..." gumamnya pelan.
Alas Roban adalah jalur penghubung Kota Batang dan Semarang. Ia mengenal hutan ini sebaik punggung tangannya sendiri. Keluarganya telah menetap di salah satu desa di wilayah ini selama beberapa generasi sebelum hujan meteor meluluh lantahkan semuanya.
Di sampingnya, seorang tentara berpangkat bintara duduk dengan santai menikmati rokoknya. Nama "Hadi" tertera di seragamnya, sementara senapan SS3 miliknya tergantung di bahunya.
"Kamu sebaiknya menyimpannya," Teguh memperingatkan, "Kita mungkin akan membutuhkannya nanti."
Hadi hanya tertawa ringan, menikmati hisapan panjang sebelum melempar rokok itu ke dalam kegelapan malam. "Jangan khawatir, masih banyak" ujarnya sambil menepuk-nepuk bungkus rokok di sakunya.
Sejak hujan meteor pertama seminggu yang lalu, hutan terasa tenang dengan cara yang aneh. Namun, keheningan ini hanyalah selimut bagi kengerian yang menyelimuti kota-kota yang mereka lewati. Dunia sedang berubah, dan sayangnya, bukan ke arah yang lebih baik.
"Semakin hari, semakin melelahkan, ya?"
Teguh mengangguk, matanya terpaku pada kegelapan hutan di depannya. "Dunia berubah dengan cepat," jawabnya. "Dua jam lagi. Kita hampir sampai."
"Dua jam, dan kamu baru bilang hampir sampai?" Hadi tersenyum lebar sambil bersandar di truk, angin berhembus melewati rambutnya.
"Ini kiriman ketiga minggu ini," tambahnya.
"Sayangnya, ini bukan yang terakhir," Teguh mendesah, "Entah kapan negara ini akan benar-benar terpecah."
Hadi mengangguk, raut wajahnya berubah serius. "Hujan meteor benar-benar menimbulkan kekacauan."
"Istriku terus menelpon, terlalu khawatir," lanjut Hadi.