Penyu di Mandena

Laode Buzyali
Chapter #23

Penyu di Mandena

Kawanan burung bekicau merdu, satu dua ekor ikan meloncat menikmati sinar mentari, dedaunan pohon kelapa menari mengikuti irama hempasan ombak yang menyerbu pantai. Semuanya kompak membangunkanku dari tidur yang nyaman diatas daun pisang dibawah sebuah pondok kecil yang aku bangun seadanya. Disampingku ada Haura yang masih tertidur. Kami terdampar di sebuah pulau yang belum pernah kudatangi, entah sudah berapa lama kami hanyut sejak malam itu, yang jelas kami sudah melewati enam malam di pulau itu. Jikalau perkiraanku tak salah, seharusnya hari ini tanggal 29 Desember 2014.

Aku bangun perlahan, kemudian berjalan menuju bibir pantai, mencoba untuk melihat ke segala arah, mungkin saja ada perahu yang lewat, namun sejauh mata memandang hanya ada laut biru yang terbentang luas. Di belakangku ada hutan kecil yang sudah kami jelajahi berulang kali mencari bahan makanan.

Aku juga belum tahu dimana Samuel saat ini, kami sudah berkeliling mencari di sekitaran pulau namun tak juga menemukan dirinya, hanya menemukan ransel berisi pakaian ganti dan beberapa makanan ringan. Semoga saja ia juga selamat entah dimanapun berada. Aku benar-benar menyesal karena mengabaikan nasehatnya malam itu, karena keegoisanku kini mereka berdua berada dalam posisi sulit. Semoga saja ia juga selamat dimanapun berada.

Tatapanku masih kosong, memandang jauh ke lautan lepas, mengingat Amanda. Peluangku untuk menikahinya hampir pasti lenyap, karena uang yang belum terkumpul dan waktu yang tinggal menyisakan dua hari lagi, kesempatan emas untuk mendapatkan modal dari brand terkenal juga sudah lenyap, karena warung habis terbakar dan produk yang diminta juga belum diantarkan.

"Ngapain mas?" sapa Haura

"Enggak."

"Memikirkan seseorang ya?"

"Enggak, kangen saja sama warga kampung."

"Aku dokter loh, tahu kalau pasiennya bohong." kata Haura yang buat aku salah tingkah, hingga saat ini ia belum tahu soal Amanda, aku masih berusaha menjaga perasaannya. Sesaat kami diam, sibuk dengan pikiran masing-masing, Ia melihat sekeliling, pandangannya berhenti di satu titik, melihat sesuatu yang menarik.

"Itu tukik mas." katanya sambil menunjuk satu tempat

"Mana?" aku berusaha mencari tempat yang ia maksud

"Ayo." katanya sambil menarik tanganku

Kami berlari menuju sebuah gundukan pasir, tak jauh dari tempat berdiri, ada beberapa ekor tukik yang sedang berusaha merangkak menuju air laut, berusaha secepat mungkin untuk menghindari predator, beberapa ekor lainnya masih berusaha untuk keluar, Haura yang sudah tak sabar segera memegang seekor, dicium lalu dipandangi dengan wajah berseri, senyum itu terus merekah tak ada putus-putusnya, ia larut dalam perasaan bahagia.

Kamu tahu tidak? kenapa aku suka banget sama penyu” katanya

mungkin karena lucu?” jawabku coba menebak

“Salah, bagiku penyu adalah simbol cinta sejati."

"Kok bisa?" tanyaku

"Ia mas, coba pikir deh, sejauh apapun penyu pergi ke lautan, ia akan selalu kembali ke tempatnya menetas, gelombang, dan segala keindahan yang ditawarkan lautan di sudut dunia yang lain, tak pernah buat ia berubah pikiran, tetap teguh pada pendirian, bukankah itu definisi cinta sejati mas?"

Aku terdiam takjub dengan defenisi cinta yang baru pertama kali kudengar, masih tertarik untuk mendengarkan kelanjutannya. Diatas gundukan pasir, satu per satu tukik terus muncul, kemudian berlomba menuju bibir pantai, dimana perjalanan mereka akan dimulai.

"Itulah kenapa ada cerita adat dari masyarakat Yerui, barangsiapa memberikan gelang penyu bagi kekasihnya yang hendak pergi jauh, maka sejauh apapun kekasihmu pergi, gelang itu akan selalu membawanya pulang, hanya kedalam pelukanmu, namun dengan satu syarat!" katanya buatku kembali teringat dengan Amanda.

"Apa syaratnya?" tanyaku

"Pasangan yang diberikan gelang, harus membantu satu ekor tukik menuju bibir pantai tempat ombak datang menyapa."

Lihat selengkapnya