Jatinangor, 20 April 2011. Jam dinding menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Suasana hening mencekam dengan hawa dingin yang menusuk kulit menyelimuti seisi kampus. Sebagian besar praja sudah tertidur pulas, namun beberapa diantaranya masih terus berkutat dengan rutinitas kampus di malam hari, mereka diwajibkan untuk melaksanakan tugas malam, baik putra maupun putri, tugasnya ada dua yaitu jaga serambi dan jaga posko, untuk yang pertama wajib dilaksanakan oleh putra dan putri, tugas utamanya adalah menjaga barak masing-masing selama yang lain tertidur pulas, hal ini dilakukan selama satu jam, jika sudah selesai, maka praja tersebut wajib melaporkan kondisi barak kepada petugas jaga posko, baru setelah itu, ia bangunkan petugas jaga serambi selanjutnya, kemudian bersitirahat.
Untuk yang kedua hanya dilaksanakan oleh putra, tugas utamanya adalah menjaga beberapa posko yang ada di wilayah strategis atau rentan terjadi tindak kriminal, poskonya terdiri dari posko pusat yang letaknya ditengah-tengah wilayah kampus, dan posko-posko cabang yang tersebar di beberapa sudut, sebagian besar di dekat pintu masuk barak putri dan beberapa di barak putra. Hal ini dilakukan sepanjang malam hingga subuh, jika sudah selesai, maka praja tersebut diperbolehkan untuk tidak mengikuti aerobik dan apel pagi keesokan harinya.
Kedua tugas tersebut selain bermaksud untuk memperketat keamanan kampus di malam hari, hal penting lainnya adalah bagaimana peserta didik belajar untuk menunaikan tanggung jawab dengan baik dan jadi pribadi yang tanggung, Lelah dan letih karena kegiatan rutin seharian bukan menjadi alasan untuk lalai dalam setiap tugas yang telah dipercayakan. Hukuman berat telah menanti bagi siapa saja yang melewatkan gilirannya baik sengaja atau tidak.
Malam ini aku mendapatkan tugas jaga serambi pukul sebelas. Aku belum tidur sama sekali, bukan karena tugas ini melainkan karena menyiapkan kado untuk Amanda yang akan berulang tahun besok. Sebagai teman spesial, sudah tentu aku ingin jadi orang pertama yang memberikannya kado, jadi, kami berencana bertemu di Lapangan Menza setelah laporan jaga serambi di waktu yang sama.
Sinar lampu jalan remang-remang, tak cukup terang untuk memecah kegelapan, jalan setapak dan ruang kelas juga gelap, seakan menyembunyikan sesuatu dibaliknya. Aku sudah menunggu sekitar setengah jam setelah laporan, namun Amanda belum juga muncul, awalnya aku tak curiga karena ia memang harus jalan berputar jauh berpura-pura menuju baraknya, baru kemudian belok ke lapangan Menza di perempatan jalan.
Namun, menurutku ia sudah kelamaan, bahkan giliran laporan jaga serambi berikutnya sudah hampir tiba, karena khawatir, aku coba menelpon nomor handphonenya, namun tidak kunjung diangkat, sms juga tidak dibalas. Aku mulai gelisah dan tak menyadari ada seorang pengasuh yang melihatku seorang diri disana.
"Siapa itu?" Katanya dengan suara lantang
Aku kaget, dengan segera meloncat ke balik tembok, sebelum sorotan sinar lampu senter pas ke arahku, karena mendengar langkah kakinya mendekat, aku berlari di balik pepohonan menuju ke ruang kelas yang gelap untuk bersembunyi, kalau sampai ketahuan bisa repot jadinya. Walau panik, aku tetap kepikiran Amanda, bagaimana kalau ia sampai ke lapangan dan bertemu dengan pengasuh. Jadi, sekali lagi kuputuskan untuk menelpon.
Drrrt...Drrrt...Drrrt...kudengar ada handphone bergetar tak jauh dari posisiku bersembunyi. setelah kulihat kesekeliling ternyata handphone itu ada di belakangku, layarnya menyala-nyala, dengan segera aku mengambilnya. Setelah kuperiksa baik-baik, ternyata itu memang HP milik Amanda. Aku penasaran kenapa bisa HPnya disitu, apa mungkin jatuh saat kuliah, tapi itu tidak mungkin, karena kami baru saja berkirim pesan sekitar empat puluh lima menit yang lalu, sebelum laporan jaga serambi, karena khawatir aku bergerak mencarinya di sekitaran situ.
Cahaya lampu senter HP menyoroti setiap sudut ruangan yang aku lewati, namun belum juga ada tanda-tanda, hingga akhirnya aku mendengar suara samar-samar dari ruang kelas yang posisinya paling pojok, seperti suara orang sedang meminta tolong. Aku berjalan perlahan mendekati, suara itu terdengar semakin jelas, kuputuskan untuk masuk, setelah kudorong, perlahan pintunya terbuka, senter menyoroti kearah suara itu berasal.