Tatapan tajam tertuju satu sama lain, terlihat jelas keinginan saling membunuh, parang itu ia lepaskan dari genggaman, bermaksud melakukan pertarungan tangan kosong, akupun melakukan hal yang sama, menancapkan tombak di atas tanah. Suasana hening tercipta, hembusan angin bertiup pelan, daun kering berterbangan, Aku berlari ke arahnya, begitupun dirinya, saat ia masuk dalam jangkauan serangan, aku layangkan pukulan sambil melompat, namun ia dengan sigap menghindar.
Aku segera berbalik, kulancarkan tendangan sambil membalikkan badan, ia terkejut namun sempat menangkis dengan kedua tangannya, hingga terpukul mundur beberapa langkah. Kini ia balik menyerang dengan kaki kanan secepat kilat, menyerang di tiga titik berbeda, atas, tengah dan bawah tubuhku, namun aku bisa bertahan dengan baik. Aku menyerang balik dengan sebuah tendangan lurus kedepan, namun serangan itu tak begitu kuat, Ia berhasil menangkap kakiku, kemudian melempar tubuhku hingga terpental mengenai sebuah batang pohon.
Kretak. sakit luar biasa kurasakan dari tulang rusuk bekas pukulannya dua bulan yang lalu. Belum sempat berdiri, ia sudah datang hendak melancarkan serangan susulan, namun aku mengelak, lalu bangkit dalam posisi setengah berdiri, walau rusukku sakit, tak boleh sampai ia tahu, karena menunjukkan kelemahan adalah kesalahan besar dalam pertarungan. Ia kembali mendekat dengan kuda-kuda layaknya seorang petinju. Dua pukulan beruntun ke arah wajahku, namun masih berhasil kuhindari, kini giliranku melancar serangan jarak dekat melihat sedikit celah di bagian perutnya.
Pukulan segera kulancarkan, namun belum sempat mengenai perutnya, sebuah serangan menggunakan lutut telak tepat mengenai perutku, rupanya celah itu sengaja ia buat untuk buat aku lengah, aku duduk memuntahkan cairan dari mulut, tanpa menunggu ia arahkan tendangan ke arah rahang, buatku terpelanting kesakitan. Serangannya berhenti sejenak, kemudian berjalan perlahan padaku, dengan tatapan sombong, aku berusaha bangkit, namun kepalaku terasa pusing, belum sanggup berdiri, dunia serasa berputar.
"Cuma segitu kemampuanmu?" katanya
Ia memberikan tanda memintaku segera bangkit, melanjutkan pertarungan. Dengan bertumpu pada tangan, aku coba untuk bangkit, kakiku masih gemetaran dalam keadaan belum siap, ia datang mendaratkan serangan kombinasi tinju, dimulai dari pukulan lurus kedepan, yang masih bisa kutangkis, kemudian pukulan samping, gerakannya semakin lama, semakin cepat, hingga sulit kuimbangi dalam kondisi yang sekarang, semua pukulannya berhasil menembus pertahananku, tubuhku dihujani pukulan berulang kali, beberapa mengenai rusuk yang masih sakit, buatku muntah darah, serangannya ia tutup dengan sebuah tendangan membalikkan badan.
Tubuhku terputar di udara, lalu jatuh tergelatak di atas tanah. Tanpa belas kasih, Ia datang mencekik leherku sekuat tenaga buatku hampir kehabisan nafas, aku berusaha melepaskannya dengan sisa kekuatan yang kumiliki namun tenaganya masih jauh lebih unggul, aku mulai lemas, mataku gelap, mendekati kekalahan, bahkan kematian. Sepintas teringat bahwa tangan kirinya pernah kupatahkan, pasti saat ini luka itu belum sembuh sepenuhnya, akhirnya dengan satu kali tarikan nafas, aku serang tangan kiri itu tepat di bagian siku.
"Arrghhhh." Ia berteriak kesakitan, aku masih terbatuk-batuk, berusaha mengisi kembali paru-paru dengan udara segar. Tangan kirinya nampak sulit digerakan, ini adalah sebuah keuntungan bagiku. Wajahnya merah padam, ia terlihat sangat marah dengan seranganku barusan, diambilnya tombak kayu yang berdiri di sampingnya, akupun mengambil sebilah parang miliknya yang ada di dekatku, kami berdua bersiap dengan kuda-kuda masing-masing, hendak melancarkan serangan pamungkas.
Kaki mulai melangkah, berlari menuju satu sama lain, tangan mulai mengayun, satu tebasan untuk mengakhiri segalanya, dia atau aku yang mati. Tombak itu ternyata lebih dulu melukai kakiku, buatku rubuh, jatuh tergeletak di atas tanah, mengerang kesakitan, dengan segera ia berlari, menusuk membabi buta tubuhku yang masih terbaring, aku terus berguling menjauhinya, namun ia meloncat, dan melemparkan itu tepat diarah aku berguling. Sretttt. lemparannya tepat mengenai pahaku.
"Arggggh." Aku berteriak kesakitan. Ia mengambil sebongkah batu besar, kemudian berjalan perlahan hendak menyerang kepalaku. Tubuhku rasanya sulit sekali digerakkan, kehabisan tenaga. Saat ia semakin mendekat, kucoba lemparkan pisau lipat yang ada di saku celana ke arahnya. Srettt. Tepat menancap di dada kananya, namun Ia tak bergeming, nampaknya pisau itu belum mampu memberikan luka fatal. Pisau itu dicabut begitu saja, kini Ia sudah berdiri tepat di sampingku, melihat diriku yang sudah tak bisa bergerak, bayang-bayang kematian mulai ada di benakku, mungkin inilah akhirnya, ia mengangkat batu di tangan kanannya cukup tinggi, lalu melemparkannya tepat ke arah kepalaku. Buggg. Batu itu terjatuh tepat di samping kepalaku, lemparannya meleset.
"Uhuk, uhuk, uhuk." Ia terbatuk-batuk mengeluarkan darah dalam keadaan setengah berdiri bertumpu pada lututnya sambil memegang rusuknya, nampaknya kami mengalami luka dalam yang sama. Melihatnya seperti itu, Aku berdiri perlahan, kembali memegang parang, Iapun kembali memegang tombak, sekali lagi kami bersiap untuk melancarkan satu serangan terakhir.
Tap, tap, tap, tap. irama langkah kaki dua lelaki yang setengah berlari, memburu satu sama lain. Tombak itu duluan mengarah ke tubuhku, aku menghindar namun mata pisaunya sempat merobek perutku bagian samping, kini Ia sudah masuk jangkauanku, kuayunkan parang itu seperti seorang samurai mengeluarkan pedang dari sarungnya.