Aku berlari secepat mungkin kedalam hutan belantara, memburu Viktor, dalang dibalik pembunuhan Pace Abbas, ayah angkatku. Viktor adalah iblis berwujud manusia, kejahatannya sudah sangat keterlaluan, ia tak hanya menindas warga kampung untuk kepentingannya sendiri, ia bahkan merusak satu-satunya ladang mata pencaharian mereka, laut.
Peledak racikannya telah meluluhlantakkan dunia bawah laut Yerui yang dulunya gemerlap dan mempesona. Kilauan cahaya warna-warni dari terumbu karang hingga ratusan bahkan ribuan spesies ikan dan biota laut kini telah tiada, semuanya sirna dan telah lama pergi. Yang tersisa hanya laut suram dan sepi layaknya perkampungan kumuh tak terurus yang ada di pinggiran kota-kota besar.
Haura, seorang dokter berhati malaikat, juga ikut kena imbasnya. Wanita yang dengan tulus melayani dan telah banyak menyelamatkan nyawa warga kampung, kini harus berjuang melawan maut setelah tombak besi sepanjang satu meter menancap telak di punggungnya. Awalnya Viktor bermaksud membunuhku, namun Haura dengan spontan mengorbankan dirinya untuk keselamatanku.
Aku tak tahan melihatnya meringis kesakitan seperti itu, senyum kecil di wajahnya tak sedikitpun membuat hatiku tenang disaat mulutnya terus mengeluarkan darah, darahku mendidih naik hingga ke ubun-ubun, amarahku memuncak. Kebencian sudah terlanjur mengalir di sekujur tubuhku, merangsek masuk hingga ke sumsum tulang belakang, aku tak akan pernah memaafkan Viktor atas apa yang menimpa Haura.
Duri yang menancap di telapak kaki tak lagi kurasakan. Langkah kupercepat menyusuri jejak pelarian Viktor yang tertinggal di semak belukar. Pandanganku tajam kedepan menangkap setiap pergerakan, walau jarak kami cukup jauh, tapi aku masih bisa melihatnya yang berlari di depan sana, terus masuk kedalam hutan yang gelap, tempat dimana hukum rimba berlaku.
Mata untuk Mata dan Nyawa harus dibayar dengan nyawa
Atas nama keadilan dan kemanusiaan yang sudah eksis di muka bumi ini sejak adam dan hawa hadir, maka Viktor harus diadili bukan dengan pasal hukum formal, akan tetapi ketetapan hukum rimba, karena ia bukan lagi manusia. Instingnya lebih liar dan mematikan ketimbang hewan buas manapun, Semua kejahatannya harus dibayar dengan nyawanya sendiri dan aku bersumpah tak akan keluar dari hutan ini sebelum berhasil membunuhnya.
Aku tahu mungkin Tuhan akan membenci jalan yang kupilih, karena hanya Dia yang berhak memutuskan hidup dan mati seseorang, aku juga ingat Amanda sedang menunggu kedatanganku, untuk menikahinya, tapi mungkin ini memang sudah menjadi takdir bahwa kami memang tidaklah berjodoh. Setelah ini, akupun harus membuang impian terbesarku untuk menjadi seorang Presiden, karena seorang kriminal tak pantas jadi pemimpin.
Ini bukanlah sebuah pelampiasan apalagi langkah putus asa karena belum berhasil menunaikan tugas yang diberikan oleh ayahnya sebagai syarat pernikahan kami, semua ini kulakukan semata-mata demi untuk masyarakat Yerui yang aku cintai. Amanda bisa saja mencari lelaki lain untuk dinikahi, tapi untuk mengadili Viktor, akulah orang yang paling dekat dengannya saat ini.
Kini aku sudah berada di ujung jalan tikus semak belukar, memasuki kawasan seperti padang rumput dikelilingi oleh pepohonan yang menjulang tinggi dengan daun rimbun hingga sinar matahari tak leluasa menyentuh tanah hitam yang lembab dan basah, di ujung sebelah sana, Viktor berdiri dengan memegang sebilah parang di tangan kanannya, ia seperti menantikan kedatanganku, bersiap untuk melakukan pertarungan.
Dahan dan ranting menari mengikuti alunan angin yang berhembus kencang seirama detak jantung yang kian menderu, burung-burung ramai berkicau terdengar seperti suara riuh penonton dalam arena koloseum, Mata kami saling menatap tajam, seperti dua orang gladiator yang siap membantai satu sama lain. Firasatku mengatakan bahwa setelah pertarungan ini berakhir, hanya akan ada satu orang yang akan melihat matahari terbit esok pagi, dia atau aku.
*
Aku adalah Salman. Seorang Purna Praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri atau yang lebih sering dikenal IPDN. Cita-citaku menjadi seorang Presiden Republik Indonesia. Aku tahu itu tidak sesederhana diucapkan, sebagaimana anak SD yang ketika ditanya, cita-citanya jadi apa? maka mereka akan menjawab apa saja yang menurut mereka menyenangkan atau sesuatu yang sering mereka lihat.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, gelombang kehidupan buat cita-cita itu mulai kabur seperti jejak kaki yang tersapu ombak, Aku tidak seperti itu, aku sadar betul apa yang aku katakan, aku berbeda, aku tahu itu sulit tapi tidak mustahil. Aku akan terus belajar, bekerja, berdoa dan melakukan banyak hal untuk bisa meraihnya dan yang lebih penting lagi, ini bukan sekedar cita-cita tapi sumpahku pada seseorang yang amat kucintai, aku telah berjanji di hadapannya, bahwa aku akan menjadikannya wanita nomor satu di Indonesia.