Yogyakarta, 14 Agustus 2014. Amanda tak lagi mencari tahu soal pria misterius tersebut, dugaannya jelas mengarah ke Bima. Ia buang semua bunga dan kertas puisi yang dikumpulkannya. Sejak kejadian di kantin, ia juga tak pernah lagi makan siang di sana, sebisa mungkin ia tak mau lagi kalau harus berjumpa dengan mantan seniornya itu. Hari itu Kepala Biro Umum, Humas dan Protokol Provinsi Yogyakarta, Bu Nanik, akan menghadiri acara penggalangan dana pendidikan untuk anak-anak kurang mampu yang diselenggarakan oleh Direktur Utama PT. JoyFood Abadi, Pak Anggodo.
Beliau merupakan orang spesial bagi Pemerintah Provinsi Yogyakarta dan dianggap jenius oleh banyak kalangan. Ia terbukti mampu memimpin badan usaha milik daerah mencatatkan deviden secara konsisten bagi kas daerah minimal 80 miliar setiap tahunnya, bahkan tahun ini angka tersebut diproyeksikan bisa menyentuh hingga 100 miliar. Padahal perusahaan tersebut dinyatakan terus merugi di tahun-tahun sebelum ia menjabat, sekitar tiga tahun yang lalu.
Amandapun sangat tertarik bertemu dengan pria sesukses itu, siapa tahu kisah suksesnya bisa dijadikan inspirasi untukku. Di balik semua prestasi yang gemilang itu, hanya satu kelemahan Pak Anggodo yaitu belum menemukan pendamping yang tepat padahal wajahnya tampan dan usia yang masih sangat muda.
Bu Nanik, selaku teman dekat beliau, sudah menyiapkan rencana khusus untuk Pak Anggodo. Diam-diam, ia ingin menjodohkannya dengan Amanda yang dinilainya sangat serasi. Seharian ia mempersiapkan Amanda untuk menghadiri pesta tersebut, mulai dari dress yang akan digunakan, hingga memanggil tata rias. Sebenarnya, Amanda agak keberatan mendapatkan perlakuan seperti itu. Apalagi mencampuri urusan pribadi soal jodoh. Namun, karena tak ingin menyinggung perasaan pimpinan, ia menjalani dengan berserah diri kepada Allah Ta'ala saja, semoga ia bisa selalu menjaga hati dan diri untuk janji yang telah diucapkan padaku.
Lokasi acara malam itu terletak di kediaman pribadi Pak Anggodo yang ada di kawasan perumahan elit pusat Kota Yogyakarta. Setelah maghrib, tepatnya pukul 18.30 WIB, mobil yang mengantar Amanda dan Bu nanik sudah tiba di halaman parkir, mereka berdua lalu berjalan memasuki halaman rumah tempat para tamu undangan sedang berkumpul.
Dengan balutan dress manis berwarna nude dengan panjang sebetis dan rambutnya yang dibiarkan terurai dengan sedikit gelombang dibagian ujungnya, dihiasi make up yang natural, seketika membuat Amanda bak berlian dengan sinar yang paling terang, buat mata tamu undangan tak berkedip, tak terkecuali Pak Anggodo yang sudah mencuri pandang sedari tadi.
Mereka berdua langsung diarahkan oleh pelayan menuju kursi tamu VIP, tempat para tamu penting berada. Sampai disana, Amanda terkejut, senyum di wajahnya hilang seketika setelah melihat sosok Direktur yang berdiri menyambut kedatangan Bu Nanik dengan pelukan hangat dan kata-kata lembut penyejuk hati.
"Apa kabar ibu cantik? semakin hari semakin awet muda saya lihat" kata Pak Direktur memuji Bu Nanik.
"Alah kamu bisa saja, ini Pak Anggodo dek." kata Bu Nanik memperkenalkan orang di depannya pada Amanda.
"Bima Anggodo Putra." kata Bima sambil menyodorkan tangan berlagak ingin kenalan, Amanda menolak, ia mengalihkan pandangan, namun Bu Nanik memaksa dengan menyenggol lengannya, namun tetap saja Amanda bersikeras.
"Mari silahkan duduk." kata Bima menarik tangannya kerena melihat Amanda enggan untuk berjabat tangan. Setelah itu, acarapun dimulai, nampaknya mereka berdua adalah tamu terakhir yang ditunggu kedatangannya. Setelah doa bersama dan laporan ketua panitia, acara dilanjutkan dengan penyampaian kata sambutan dari Bima.
"Satu hal yang perlu kita ingat adalah anak-anak yang kurang mampu, tak pernah bisa memilih untuk lahir dalam kondisi seperti apa, begitupun dengan kita tak pernah bisa memilih siapa orang tua kita, kaya atau miskin, namun satu hal yang pasti adalah tentu kita bisa memilih untuk mengulurkan tangan bagi mereka atau tidak?" kata Bima yang disambut tepuk tangan meriah dari undangan.
"Kita semua pasti pernah berbuat salah dalam hidup, bahkan mungkin masih kita lakukan sampai saat ini dan ini adalah momen yang tepat untuk mulai memperbaikinya." katanya dengan suara lugas dan penuh wibawa, namun tetap saja Amanda tak tertarik.
"Seperti halnya diri saya sendiri, pernah kehilangan wanita yang sangat saya cintai, karena sebuah keputusan yang salah, andai saja waktu bisa diputar kembali, saya tak ingin melakukan kesalahan itu, semoga saja mulai malam ini, saya bisa menebus semua kesalahan itu." katanya menutup sambutan.
Amanda biasa saja mendengar semua perkataan itu, mungkin karena dialah satu-satunya orang yang mengetahui masa lalu Bima dulunya diantara sekian banyak tamu yang sudah hadir. Bu Nanik terlihat mulai sibuk bercengkarama dengan para pejabat dan pengusaha, meninggalkan Amanda sendirian, yang tak tahu harus ngobrol dengan siapa.
"Minum mba?" kata pelayan berbaju serba hitam mencoba menawarkan beberapa gelas minuman yang diletakkan diatas nampan. Amanda mengambil satu gelas minuman, kemudian berjalan menuju kolam renang, tempat lilin kecil mengapung diatasnya. Sinar kecilnya berkumpul menjadi satu menerangi seisi kolam biru. Suasananya mewah dan romantis.
Bima terus mencuri pandang ke arah Amanda yang benar-benar tidak peduli dengan kehadirannya. Ia ingin mendekat, namun sulit rasanya melihat sikap Amanda yang seperti itu. Setelah acara puncak penyerahan bantuan dana pendidikan kepada anak-anak selesai, satu per satu tamu undangan mulai meninggalkan tempat acara, begitupun dengan Amanda dan Bu Nanik, mereka bergegas menuju halaman parkir, sebelum menaiki mobil jemputan, Amanda dihentikan oleh seorang anak kecil yang membawa sebuah buku di tangannya.
"Ini buat kakak." kata anak itu sambil beranjak pergi
"Makasih." balas Amanda, di sampul depan buku itu ada namaku. Di baliknya ada sebuah kertas putih berukuran kecil dengan sebuah pesan tertulis diatasnya.