Aku tersenyum seperti orang idiot setelah ia seratus persen masuk ke dalam rumahnya. Entahlah, aku hanya merasa sangat bahagia. Sampai dalam bayanganku, aku sedang menari-nari di taman bunga yang luas, lalu bunga sakura tiba-tiba saja berjatuhan dari langit. Bisa gila aku kalo lama-lama di sini.
Beberapa menit kemudian, ia kembali membawa serta merta semangkuk buah-buahan yang sudah dikupas, makanan ringan dan juga jus yang segar. Dia bahkan membantu ibunya. Baik sekali anak itu. Tidak, aku harus stay cool. Nampan itu terlihat sangat berat dibawanya. Aku bangun dan hendak membantu, tapi seorang wanita yang cocok sekali menjadi ibunya keluar, aku membalik badanku dan duduk kembali, hanya menunggunya di gazebo akan menghentikanku dari membuat kekacauan, bisa-bisa aku malah membuat wanita itu tidak suka dan tidak nyaman denganku, jika sudah begitu semuanya akan menjadi kacau.
Aku duduk dengan manis dan sesekali mengintip wanita itu. Dia sangat cantik, cocok sekali menjadi ibu dari lelaki ini. Walau sayang sekali sikap hangat dan ceria dari wanita yang sejak tadi tersenyum itu tidak diturunkan pada lelaki ini, jika saja ia menurunkannya, lelaki ini akan menjadi lelaki paling sempurna di dunia, mengalahkan boy band korea dan vampire paling romantis di dunia.
“Kamu, Elena, ya?” Wanita itu bertanya, suaranya bahkan terdengar seperti angin semilir di padang yang panas dan tandus.
Aku mengangguk, walau kuyakin aku tidak bisa menyembunyikan wajahku yang merona, sebab dari ujung sana, Baskara menertawaiku, cekikikan sendiri.
“Ini, bundanya Baskara, panggil aja Bunda Dewi, ya.” Ah, aku tidak salah dengar, kan? Masa sih secepat ini dia sudah menjadikanku menantu. Ah, rasanya jiwaku hampir melayang ke kayangan, tubuhku juga rasanya jadi lemas. Tidak sia-sia aku jauh-jauh datang kemari. Wahai kalian fans Baskara, sorry! Aku sudah beberapa langkah lebih jauh dari kalian. HAHAHA.
Dibanding hanya memintaku memanggilnya bunda Dewi, kenapa tidak sekalian minta aku untuk menikahi anaknya saja? Padahal aku sangat tidak keberatan.
“I-ya, Bun.” Jawabku, membuat Baskara sekali lagi tersenyum.
Sialnya, aku jadi malu. Aku hanya berharap wajahku tidak merona sehingga mereka tidak tahu dan tidak bisa menebak pikiranku, Tapi sialnya, Baskara mengatakan sesuatu.
“Kayaknya jambu ini gak lebih mateng dari pada wajah Elena, Bun.” Celetuknya sembari mengangkat jambu air itu sejajar dengan wajahku.
Malu sekali rasanya. Aku berbalik dan menarik nafas dalam-dalam. Sial sekali. Akan aku balas saat aku punya kesempatan!
“Udah jangan digodain terus.” Ujar Bunda Dewi membelaku. Ah rasanya sudah seperti keluarga bahagia ya. Aku langsung berbalik menatap mereka lagi saat Bunda membelaku.
Lagi-lagi aku tidak bisa menahan senyumanku.
“Bener, Bunda, dia selalu jahat.” Kataku dengan suara prau.
MAMPUS KAU!
Bunda perlahan mendekat ke arahku, lalu mengusap rambutku. Aku membuka mata sedikit dan menatap pada laki-laki jahat di depanku yang sekarang menatapku dengan seringainya. Mengerikan.
“Bunda, apa dia aku antar pulang saja?”