Saat kabut mulai menembus pandangan mata telanjang, panggung telah disiapkan untuk penyerangan. Tekanan terasa sangat membebani pundak Jenderal Aldrich saat dia melirik dengan gugup ke arah Theo dan Taran. Senyuman mereka yang meyakinkan menjadi pengingat untuk tetap tenang di tengah kekacauan yang akan terjadi. Pasukan berbaris dengan nafas tak beraturan, ketakutan mereka sedikit demi sedikit tergerus oleh ambisi dari penyerangan ini yaitu kemenangan.
Ia sekali lagi menoleh kebelakang dan mengangguk yakin.
"Untuk kehormatan pemburu!" ujar Aldrich mengucapkan motto dari kerajaan Berillan. Lalu ia mengumpulkan keyakinannya dengan menarik napas dalam-dalam.
"SERANG!!!" suara Aldrich bergema di udara menusuk itu, menandakan dimulainya serangan.
Keheningan wilayah itu tiba-tiba dipecahkan oleh derap-derap suara pijakan kaki yang semakin keras dan disertai dengan suara keras dan teriakan.
Batu-batu bergetar di tanah dan telinga mereka berdenging dengan derap langkah kaki yang mendekat. Siapapun akan mendengar teriakan semangat dan benturan senjata pada perisai.
Terlihat ditengah lapang pasukan yang menutup akses jalan dengan formasi yang terlihat sangat rapat, di sisi kanan kiri pasukan itu terbentang tembok bebatuan besi alami yang kokoh.
Pasukan pemburu-pemburu Aldrich, yang dipersenjatai dengan busur dan anak panah, maju serempak di posisi terdepan.
Sementara itu dibelakang pasukan Aldrich, pasukan Theo berlari terbagi menjadi dua kelompok yang berbeda, masing-masing dengan tujuan tertentu. Kelompok pertama, di bawah komando langsung Theo, bergegas membantu Aldrich dalam memerangi tentara IronClaw yang berdiri sebagai penghalang tangguh di luar gerbang kota.
Kelompok kedua, yang dipimpin oleh Kain si pathfinder dan ditemani oleh Gorstag si barbarian, memulai sebuah misi berbahaya. Tujuan mereka adalah menemukan dan menyusup ke pintu masuk bawah tanah ke kota, yang terletak di luar tembok kota. Dipandu oleh keahlian Kain dalam menavigasi wilayah yang belum dipetakan, kelompok ini memisahkan diri, langkah kaki mereka berderap di kegelapan saat mereka menjelajah menuju gerbang tersembunyi.
Sementara itu, Taran de Sirens dan pasukannya di formasi paling belakang. Berbekal penghancur gerbang kastil, mereka akan menerobos gerbang utama yang tangguh yang menjaga Kota IronClaw.
Aldrich, jenderal yang baru diangkat, merasakan gelombang adrenalin mengalir di nadinya. Dia mencengkeram erat genggamannya, jantungnya berdebar kencang di dadanya, lalu ia memberikan aba-aba pasukan pemburunya untuk berhenti, dengan satu bentangan tangannya anak panah melesat di atas kepala, menemukan sasarannya yang sudah dipetakan.
Sebagai satu kesatuan, mereka maju, gerakan mereka lancar dan sinkron, seperti mesin yang diminyaki dengan baik. Tembakan panah pertama melesat membubung di udara, menghujani pasukan Ironclaw. Langit menjadi terlihat semakin gelap saat rentetan proyektil mematikan menemukan sasarannya, menyebabkan suara dentingan keras akibat pertemuan mata anak panah dan perisai-perisai yang tertumpuk seperti batu. Hujan panah tanpa henti terus dilancarkan untuk mengganggu formasi mereka, terlihat sangat-sangat rapat.
"Theo sekarang!" teriak Aldrich.
Bersamaan dengan itu, sesuai taktik yang disusun, Theo dan pasukannya menyalip Aldrich untuk menyerang langsung memanfaatkan sedikit kekacauan yang disebabkan oleh serangan jarak jauh Aldrich. Theo dan kelompoknya berlari bergerak maju dengan tekad bulat untuk melibatkan pasukan Ironclaw dalam pertempuran jarak dekat.
Theo sendiri melesat maju kearah pasukan ironclaw yang berada di luar yang sudah bersiap dengan formasi pertahanan phalanx, mereka membuat pertahanan yang dipenuhi oleh perisai yang melindungi setiap inchi tubuh mereka, dan tombak yang menjuntai keluar yang siap untuk menusuk pasukan Theo.
Saat sudah mendekati pasukan IronClaw, terlihat mereka membuka sedikit celah, lalu saat Theo dan para pasukannya sudah berjarak sekitar satu meter dengan tiba-tiba dari selah-selah tadi mencuat sebuah tombak, Theo dengan sigap menghindar. Lalu terjadi tabrakan antar kedua pasukan. Dengan cepat Theo mencari celah menghindari tombak di ikuti anak buahnya dan dengan keras menekan perisai untuk memecah formasi phalank.
"Tombak, siapkan mata kalian!!" teriak Theo memberi peringatan.
Terjadi benturan dan saling dorong-mendorong, banyak pasukan Theo yang tak siap tertusuk tombak, dan mereka yang selamat terus mendorong dan menyerang perisai besi prajurit itu.
Kondisi ini membuat pasukan penghadang harus benar-benar bertahan dari panah yang mengincar bagian atas mereka dan dorongan dari pasukan Theo.