Rapat para petinggi kota Blanchill sedang berjalan. Atmosfer tegang dan sarat akan perdebatan terjadi, mereka harus melalui itu, demi sebuah tindakan.
Dinding-dinding megah dengan batu-batu besar berdiri kokoh mengitari ruamgan itu.
Lord Elias, sang pemimpin tanah Blanchill, menduduki kursi besar yang menempati pusat perhatian ruangan. Ia dikelilingi oleh para petinggi kota yang hadir. Di sebelahnya, Jendral Dorgs, seorang Jendral setia dan berpengaruh, berdiri tegak, siap untuk memberikan dukungannya.
Lord Elias, dengan wajah serius dan suara yang terdengar lantang, memenuhi ruangan yang sebelumnya hanya diisi dengan bisikan angin perdebatan.
"Saudaraku semua," ucap Lord Elias dengan nada tegas, "kita semua tahu betapa parahnya wabah ini. Semakin banyak yang terjangkit, semakin banyak yang meninggal. Kita butuh jalan keluar, bukan sebuah perdebatan kosong."
Penasehat Folds, salah satu anggota dewan yang selalu tegas dalam mengungkapkan pendapatnya, langsung menyela. "Jadi, apa rencana dari anda, my Lord?"
Lord Elias menjawab dengan mantap, "saya telah berbicara dengan kelompok Band of de Sun. Mereka ingin membantu kita mengatasi wabah ini. Para tabib pun terus mencari penawar wabah yang tepat."
Bendahara Oyirs, salah satu petinggi yang mengatur masalah keuangan kota, terlihat tidak setuju. "Saya tak setuju, keuangan kota kita semakin menipis karena wabah ini. Belum lagi sumber pemasukan kita yang terus berkurang karena ternak-ternak kita juga menjadi korban."
"Apa anda bercanda, My Lord?" Penasehat Folds menambahkan dengan ketidak setujuannya.
"Jaga ucapan anda, Penasehat Folds!" ujar Jendral Dorgs tak terima dengan ucapan Penasehat Folds yang terdengar menantang.
Lord Elias mengangkat tangannya dan menoleh kearah Jendral Dorga, menandakan untuk menenangkan dirinya.
"Anda akan menyerahkan nasib kota ini pada sekumpulan anak-anak dari sebuah mercenaries?" tanya Bendahara Oyiris.
Seketika, suasana di ruangan rapat menjadi lebih tegang. Para petinggi saling pandang, masing-masing mencermati reaksi rekan-rekannya. Lord Elias, meskipun terlihat serius.
Lord Elias memijat pelipisnya dengan tangan gemetar, matanya terpejam sejenak. Terjadi pertarungan batin di dalam hati pemimpin kota ini.
"Mereka adalah utusan dari Raja Nolan," jawab Lord Elias.
"Bukan berarti kita menggantungkan nasib kita pada mereka bukan?" sanggah Penasehat Folds.
"Aku tahu itu," kata Lord Elias dengan ragu, suaranya serak, "aku juga sempat berfikir seperti itu, namun tidak ada salahnya kita sedikit mengharapkan mereka. Para tabib sedang mencari obatnya, dan kita tidak memiliki waktu untuk terus berfikir tanpa bertindak!" jelas Lord Elias putus asa.
Semuanya menjadi diam mendengar jawaban pemimpin kota itu, ucapannya masuk akal.
"Lalu, bagaimana jika gagal dan tak membuahkan hasil?" tanya Bendahara Oyiris.
Lord Elias melirik kearah bemdahara itu, lalu dengan sedikit ragu menjawab, "jika kita gagal menemukan obat atau penawar yang efektif," Lord Elias menelan ludahnya yang cekat, lalu dengan sedikit gemetar melanjutkan, "jika gagal, mau tak mau kita harus mengeksekusi warga kota yang telah terinfeksi."
Ketika kata-kata Lord Elias selesai terucap, para petinggi kota yang hadir mulai berdebat. Mereka menyuarakan berbagai pendapat, banyak dari mereka menentang rencana gila itu.
Lord Elias mendengarkan perdebatan yang semakin memanas di antara para petinggi kota dengan ekspresi yang campur aduk.
Dariyo, yang selalu tegas dalam pendiriannya, dengan mantap memecah perdebatan yang tak terkendali, "kita tidak punya waktu untuk menunggu!" semua mata tertuju padanya, lalu melanjutkan, "wabah ini menyebar terlalu cepat, dan risiko lebih banyak yang terjangkit semakin besar. Saya setuju dengan rencana Lord Elias."