Peperangan dan Ambisi: Buku 2. Emas-Emas Yang Akan Terkikis

Sicksix
Chapter #9

35. Melarikan Diri

Dignus mengeluarkan suaranya. "Sepertinya aku mengenali aroma seseorang yang tidak asing di sini," ucapnya dengan nada penasaran, lalu matanya menatap tajam ke arah Taneaya.

Dia melirik ke arah Taneaya dengan rasa penasaran yang kentara, mencoba menangkap setitik petunjuk dalam reaksi wanita itu. Namun, sebelum dia bisa mendapatkan jawaban atau bahkan menyusun kata-kata yang akan mengungkapkan rasa penasarannya, Eran tiba-tiba bergerak cepat dan menghalangi Dignus.

Dignus, melirik Eran yang berdiri menghalangi Taneaya, dan dia mengerti isyarat itu. Tapi meskipun dia mengerti, ada sesuatu yang perlu dijelaskan, suasana menjadi semakin tegang.

Eran, dengan tenang, mencoba menjelaskan situasi yang rumit ini. "Maaf Dignus, temanku ini terluka parah saat menjalankan misi ini. Karena itu, kumohon pengertianmu," katanya dengan meminta, berusaha meredakan ketegangan yang terasa begitu kuat.

Dignus menatap Eran dengan tatapan tajam. Dia memperhatikan setiap kata dan ekspresi Eran, mencoba membaca apa yang disembunyikan oleh laki-laki itu. Setelah beberapa saat, Dignus akhirnya mengangguk, mengerti alasan di balik tindakan Eran.

Meski dia tampak menerima penjelasan Eran, Dignus masih merasa curiga. Aroma yang dia rasakan begitu akrab dan menggoda, dan dia merasa bahwa ada sesuatu yang disembunyikan dari mereka. Aroma itu telah mengalir ke dalam indera penciumannya, memicu kenangan masa lalu, dan dia tidak bisa mengabaikan perasaan aneh ini yang terus menghantuinya.

"Kau tak bisa menipuku ..." gumam Dignus pelan, kata-kata itu terlontar dari bibirnya dengan nada yang penuh keyakinan.

Dengan cepat dan tanpa sepatah kata, Dignus bergerak dengan mantap, tanpa Eran menyadari gerakannya yang tiba-tiba itu. Dalam sekejap, ia mampu menarik tubuh Taneaya dari genggaman tangan Eran.

Dignus tak ingin membuang waktu. Ia segera membuka penutup kerudung yang menyelimuti wajah Taneaya, mengungkapkan wajah yang selama ini disembunyikan dengan rapi. Dalam sekejap, Dignus merasakan sebuah kekuatan tak tergambarkan yang menghujani dirinya, perasaan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata, ketika wajah Taneaya terungkap di hadapannya.

"Tane ... Taneaya," desis Dignus dengan suara gemetar, kedua matanya terpancar perasaan emosi yang tak bisa ia bendung lagi.

Dengan tatapan campur aduk, Dignus mulai membuka kain penutup yang sebelumnya menyembunyikan mulut dan hidung Taneaya. Taneaya terlihat benar-benar ketakutan, tubuhnya bergetar hebat dan ia masih tertunduk, tak berani mengungkapkan wajahnya. Dia merasa seperti dalam pusaran kematian.

Namun, Dignus, dengan senyum mengerikan yang menghiasi wajahnya, tampaknya merasa senang dengan situasi ini. Dia berbicara dengan penuh gembira saat dia akhirnya mengungkapkan identitas orang di depannya. "Taneaya, adikku! Aku tak pernah menyangka bertemu denganmu di sini, dalam keadaan seperti ini."

"Kau mengenal Taneaya?" tanya Eran dengan nada kebingungan, berusaha memastikan bahwa tebakannya benar. Ia merasa semakin dilema karena tak tahu apa yang sedang terjadi, dan situasi ini semakin membingungkannya. Eran mencoba untuk menjaga ketenangan, namun di dalam hatinya, ia merasa ada sesuatu yang tidak beres dan berusaha mencari tahu.

Dignus mengangguk dengan mantap, senyum misterius masih melekat di wajahnya. "Ya, dia adalah adikku. Namun sepertinya dia telah menjalani perjalanan yang panjang." Dignus merasa puas dengan penemuan ini, dan tatapannya menyoroti Taneaya dengan seksama. "Tidakkah kau ingin kembali ke kerajaan, Taneaya? Atau jika kau suka, kau bisa tinggal di kota ini."

Taneaya, yang masih gemetar hebat dan penuh ketakutan, menjawab dengan suara yang bergetar. "Ti ... Tidak." Dia tidak ingin kembali ke kerajaan yang memberinya begitu banyak kenangan yang menyakitkan.

Dignus terlihat tidak senang dengan jawaban itu, dan rasa kekecewaannya tergambar jelas di wajahnya. Dia mencoba untuk tetap mengendalikan amarahnya yang semakin meningkat, namun perasaan bingung dan frustrasi terus mengganggunya. Dengan lembut, dia menyentuh rambut Taneaya dan menghirup aroma dari kerudung yang melilitinya, mencoba menemukan bukti lebih lanjut.

Lihat selengkapnya