Kain, yang telah berhasil menyeberangi perbatasan dan sudah setengah jalan menuju desa Alku, hatinya terasa bimbang, dilema menyambanginya, apakah akan meneruskan perjalanannya atau kembali ke tempat Eran dan Taneaya. Menghentikan sejenak kudanya, Kain membiarkan keraguan memenuhi pikirannya.
"Sial! Kenapa semuanya jadi rumit seperti ini?" umpat Kain dengan nada yang penuh frustrasi, sambil menahan kendali kudanya agar tidak bergerak lebih jauh. Di atas punggung kuda, Kain memulai proses penilaian ulang situasi.
"Aku tahu Eran memiliki kemampuan yang cukup untuk menghadapi berbagai situasi, namun aku juga tak bisa mengabaikan kenyataan jika tubuhnya masih dalam keadaan kelelahan setelah menjalani misi di desa Hollowfield. Terlebih lagi, perjalanannya cukup melelahkan," gumam Kain sambil mengetuk-ngetukkan jarinya pada kepalanya, mencoba memilah-milah informasi yang dia punya. "Dan, tak boleh lupakan tentang Duke Dignus yang merupakan ancaman, perasaanku semakin tak enak."
Menyadari bahwa teman-temannya mungkin dalam bahaya, Kain tanpa ragu berbalik, memutarkan kudanya, dan membuat keputusan untuk memburu jejak mereka dan memberikan bantuan yang mungkin mereka butuhkan. Dalam kerimbunan pepohonan hutan ini, Kain memanfaatkan pengetahuannya tentang alam untuk melacak jejak Eran dan Taneaya yang mungkin telah melintasi wilayah ini.
Kain memacu kudanya, melewati jalan tanah yang telah Kerajaan buat. Jalan ini adalah upaya untuk menghubungkan Kerajaan Berillan dengan Satascar setelah dibangunnya jembatan penghubung antara kedua kerajaan tersebut. Kain mengikuti jalur yang jelas ini.
Kain melihat jembatan kerajaan dari dalam hutan, perasaan cemas menghantui hatinya. Dia masih tak tau nasib dari Eran dan Taneaya, mungkin saja dalam bahaya. Tidak mau berdiam diri, Kain memilih berbelok memacu kudanya melalui hutan, dedaunan dan cabang-cabang pohon merayap di atasnya, tetapi Kain tidak menghiraukannya. Yang dia pikirkan adalah temannya.
Saat Kain hampir keluar dari hutan, ia memandang sungai Tossing Rill yang memisahkan mereka dari jembatan kerajaan.
Dan di seberang sungai, dia melihat pemandangan yang menggetarkan hatinya. Eran tampaknya terpojok, berdiri di antara Taneaya dan Dignus. Namun, dalam sekejap, Kain melihat Eran mendekap Taneaya erat dan melompat ke sungai yang mengalir deras.
Kain merasa terkejut dengan tindakan Eran yang begitu nekat, dan seketika itu juga ia menghentikan kudanya. Pandangannya terus terfokus pada Eran dan Taneaya yang terseret arus sungai yang semakin deras. Kain mencoba berteriak, memanggil nama mereka, tetapi suaranya terbawa angin.
Wajah Kain penuh kekhawatiran, hatinya berdegup kencang. Dia tahu dia harus melakukan sesuatu, tidak bisa hanya bersantai dan membiarkan teman-temannya terbawa arus. Dengan langkah cepat, Kain memandu kudanya ke arah kiri, memasuki perbatasan hutan yang berdekatan dengan sungai. Dia melewati rimbunnya pohon-pohon dan semak belukar dengan cepat, terus mengikuti aliran sungai.
Tidak butuh waktu lama, Kain berhasil keluar dari hutan dan berada di tepi sungai yang sama dengan Eran dan Taneaya.
Tetapi waktu terasa seperti musuh yang tak kenal belas kasihan, seiring aliran sungai yang semakin kuat dan deras. Kain mencari tanda-tanda mereka, berteriak lagi dengan keputusasaannya, namun suaranya hanya terbawa oleh angin. "Eran!!! Tane!! ... Eran!! Aku di sini!!"
Kain merasa putus asa, karena situasinya semakin memburuk. Sambil mengumpat di dalam hati, ia merenung dan mencoba memutuskan langkah selanjutnya. Ketika berada di persimpangan, ia memutuskan untuk mengikuti aliran sungai, berharap dapat menemukan jejak teman-temannya yang hilang. Kain mendorong kudanya untuk bergerak lebih cepat, melibas jalan yang tak dikenal di dalam hutan yang semakin lebat.
Namun, aliran sungai membawanya lebih jauh dari jembatan kerajaan yang menjadi patokan terakhir. Kain masih bisa melihat Eran dan Taneaya.
Tiba-tiba, kuda Kain menghentikan langkahnya secara mendadak.
"Hei!! Ada apa lagi ini!!!" Kain merasa kebingungan dan marah pada kudanya, hingga akhirnya ia menyadari alasannya.
Aliran anak sungai yang lebih kecil terlihat jelas, menghalangi jalan di depannya. Ini adalah pukulan keras bagi Kain, dan rasa putus asanya semakin mendalam. Merasa seperti terjebak dan kebingungan, Kain memaki nasib sialnya. "Sial!!! Sial!! Sial!!" umpat Kain dengan keras, sambil mukul-mukul kepalanya.
Dengan sisa-sisa harapannya, Kain mencoba berfikir dan merencanakan langkah selanjutnya. Namun, saat ia melihat arah aliran sungai, ia menyadari bahwa ia tak bisa lagi melihat Eran dan Taneaya. Mereka mungkin telah terbawa lebih jauh oleh arus sungai.
Ia merasa frustasi, marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa melakukan lebih banyak. Tapi ia juga tahu bahwa sekarang ia harus melaporkan kejadian ini kepada anggota Band yang lain.
Kain berbalik dengan cepat, memacu kudanya kembali ke Alku.
*****
Pagi yang cerah memeluk Eran dan Taneaya dengan lembut ketika mereka meneruskan perjalanan menerobos hutan yang mulai berubah warna menuju gugur.
Cahaya matahari yang hangat mulai merayap melalui celah dedaunan. Eran dan Taneaya berjalan bersama, tangan mereka saling menggenggam erat.