Roderick mendiamkan dirinya dalam keheningan. Ruangannya remang, di mana hanya api kecil di tungku yang melambai dengan lembut saja yang menjadi penerang.
Segelas anggur setengah kosong bergelut dalam genggaman tangannya, itulah yang ia butuhkan, sebuah kenyamanan disaat ketidakpuasannya menguasainya.
Semakin lama terasa semakin suram, amarah meluap dari dalam dirinya, memenuhi pikirannya dengan pertanyaan yang tak terhitung jumlahnya.
"Begitu mudah, begitu cepat, kekuasaan kerajaan berpindah tangan," pikir Roderick, kekesalan merayap dalam setiap kata yang terucap dalam benaknya. Alkohol yang mengalir dengan sangat baik di dalam tubuhnya, hanya meningkatkan sensasi penolakan dan ketidakadilan yang dirasakannya.
Roderick sadar, jika masa lalu yang kelam telah meruntuhkan semua mimpinya. "Aku layak mendapatkan hakku. Aku bisa menjadi pemimpin yang jauh lebih baik daripada dia. Aku tidak akan lagi berada di bawah bayangan keluarga sialan ini!"
Ayahnya, Raja Edwin, telah membuatnya menjadi bayangan abadi dalam kehidupannya. Kehadiran Nolan yang menjulang, selalu berdiri di atas Roderick, menyerap cahaya yang seharusnya menjadi miliknya.
Hatinya yang terbakar api ambisi, Roderick merasa sebagai orang yang pantas mendapatkan tahta itu, sebagai pemimpin yang jauh mumpuni daripada Edwin yang malas dan tidak berdaya. Itu pikiran yang selalu ia tanamkan.
"Siapa yang berhak menentukan takdirku? Siapa yang mampu mencabut akar keluarga sialan ini dari bumi yang memupuk ketidak berdayaanku?" gumam Roderick, suaranya tersaruk dalam kegelapan dan keheningan ruangan itu.
Roderick merasa seperti benar-benar tidak dihargai oleh keluarganya. Selama hidupnya, kakaknya, Nolan, selalu mendapat perhatian lebih dan banyak kesempatan, sementara dia seringkali terabaikan, terpinggirkan, dan terus berjuang dalam bayang-bayang darah murni.
Sebagai anak bungsu dalam keluarga Heirs of de Golden, Roderick adalah satu-satunya anggota keluarga yang tidak memiliki darah murni. Ia datang ke dunia ini dengan dipandang rendah, sebagai hasil dari hubungan ibunya yang tak berkasta.
Tetapi di dalam dirinya mengalir darah Raja sebelumnya, King Edmund. Ia sering merenung tentang nasibnya yang tak adil dan terus mencari cara untuk membuktikan keberadaannya yang luar biasa.
Namun, malam ini, semangat Roderick menyala-nyala. Saat ia merenung tentang perlakuan keluarganya yang tidak adil terhadapnya. Ia berdiri tegak dari tempat duduknya dengan keangkuhan.
"Dengarkan aku, adikku," kata Roderick dengan nada yang mengejek saat dia meniru gaya bicara superior yang selalu digunakan oleh Nolan. Suaranya tertatih-tatih, tetapi itu tidak mengurangi ketegasannya. "Aku akan memberikan padamu sebuah wilayah di timur Berillan, sebuah Kota yang melimpah dengan sumber daya alam dan kekayaan. Aku percaya bahwa kau memiliki kemampuan yang cukup untuk mengurus dan mengelolanya dengan baik."
Nafasnya cepat dan berat, Roderick terus membual dengan gigih untuk mematahkan kendali dan dominasi kakaknya yang selama ini meresahkan dan mengesampingkan dirinya.
Ia menggenggam gelas dengan erat, memerasnya dengan tangan gemetar, merasakan kehangatan benda tersebut yang meleleh di tangannya. Dan kemudian, Roderick melampiaskan ekspresi ketidakpuasannya dengan membanting gelas.
CRANKKK!!!
Sebuah suara keras dan menyakitkan meletus, memenuhi ruangan dan membekukan suasana. Serpihan kaca teriris-iris, melambai-lambai di udara sebelum jatuh ke lantai.
Roderick, dengan napas tersengal-sengal dan matanya yang masih terbakar amarah.
"Omong kosong!!" teriak Roderick, suaranya meluap dengan kasar dari setiap nadanya.