Peperangan dan Ambisi: Buku 3. Angin Yang Ternoda Dari Barat

Sicksix
Chapter #1

63. Harmonis

Raja Franc berdiri gagah di samping tempat latihan, matanya memperhatikan kedua anaknya yang sedang menggelar aksi tanding di lapangan latihan, Pangeran Enid dan Pangeran Dignus. Disampingnya, setia berdiri Jendral tertinggi kerajaan, Saul, yang selama berpuluh-puluh tahun telah menjaga dan mendampingi Raja Franc dalam setiap langkahnya.

Pangeran Enid, yang baru berumur 13 tahun, tampak tegap dan kokoh dengan postur tubuh yang nyaris sempurna. Rambut abu-abu tua, sebagai ciri khas keturunan murni Heirs of de Wind, tergerai dengan anggun. Pakaian hitam melengkapi dirinya, dilengkapi dengan pelindung tubuh dari kulit yang terpasang dengan ketat. Wajahnya terpahat sempurna dan sedikit terlihat angkuh ketika kedua pedang kayu kokoh berada dalam genggamannya.

Sementara itu, Pangeran Dignus yang baru berumur 9 tahun, lebih kecil dari kakaknya. Rambutnya tidak sepanjang Enid, dan gerak-geriknya menunjukkan kekurangan pengalaman dibandingkan dengan sang kakak. Tangannya terlihat sedikit bergetar. Pakaian serupa dengan yang dikenakan Enid melengkapi tubuh kecil Dignus dengan ukuran yang sesuai.

Raja Franc memandang kedua putranya itu. "Enid, tunjukkan pada Dignus bagaimana menjadi seorang kesatria," ujarnya dengan suara hangat.

Enid mengangguk tegas, mata penuh semangat. "Baik, Ayah."

Saul, sang Jendral, menambahkan. "Pangeran Enid memiliki bakat yang luar biasa. Dia akan menjadi pemimpin yang kuat suatu hari nanti."

Raja Franc tersenyum bangga. "Dan Dignus, belajarlah dari kakakmu. Kau punya potensi besar dalam dirimu."

Pangeran Dignus menjawab dengan lirih dan bergetar. "Aku akan mencoba, Ayah." Wajahnya tersirat keragu-raguan.

Raja Franc, dengan cermat, memandang kedua putranya, berusaha menilai perkembangan mereka yang berada di lapangan latihan. Terlebih, perhatiannya tertuju pada Pangeran Enid, yang dalam dua tahun mendatang akan menginjak usia 15 tahun—usia yang dianggap cukup untuk ikut serta dalam perang perebutan yang akan datang. Franc membulatkan keinginannya untuk melibatkan Enid dalam pertempuran.

Enid, dengan wajah yang dipenuhi dengan semburat sinis, merendahkan Dignus melalui tatapan seolah meremehkan. Namun, Dignus mencoba untuk tetap kuat, tidak terpancing oleh ejekan kakaknya. Dengan penuh keyakinan, Dignus menatap Enid, siap menghadapi pertarungan latihan yang akan berlangsung.

Kedua saudara itu berdiri berhadapan, menempatkan diri dalam posisi yang kuat dan siap untuk memulai pertarungan. Suara benturan kayu menjadi tanda resmi dimulainya pertandingan.

Enid melancarkan serangan pertamanya, memutar kedua pedang kayunya, menyasar langsung ke arah Dignus. Namun, Dignus berhasil menghindari serangan kakaknya dan memberikan respons serangan balik yang tajam.

"Dignus, kau belum cukup tangguh untuk menghadapiku," goda Enid sambil terus melancarkan serangannya.

Dignus menjawab dengan mencoba tenang. "Mungkin kau terlalu yakin pada dirimu sendiri, kakak."

Enid tertawa sinis. "Seiring berjalannya waktu, kau akan menyadari perbedaan antara kita, Dignus."

Dalam detik berikutnya, kedua saudara itu terlibat dalam duel sengit, kayu pedang mereka bergaung bersamaan dengan langkah-langkah cepat mereka. Raja Franc mengamati setiap gerakan dengan mata yang tajam.

"Enid, jangan meremehkan adikmu," nasihat Raja Franc. "Dan Dignus, tunjukkanlah bahwa kau memiliki keberanian."

Dignus, meskipun terus mendapat tekanan dari serangan Enid, tetap berdiri dengan mantap. "Kakak, aku bukan lagi anak kecil yang mudah diintimidasi."

Lihat selengkapnya