Pasukan kerajaan berhasil memukul mundur pasukan kota, mendorong mereka kembali ke dalam kota. Saul memberikan perintah untuk beristirahat sejenak, memungkinkan pasukannya untuk menikmati kemenangan walaupun sekejap.
Jendral Saul berkeliling, memeriksa wajah-wajah di antara para prajuritnya. Beragam ekspresi terpancar: ada yang masih penuh ketakutan, ada yang terdiam, bahkan ada yang memancarkan semangat meskipun hanya sebagian kecil dari pasukan yang ada.
Pemandangan ini sudah menjadi sajian keseharian bagi Jendral Saul. Dia tahu bahwa penyerangan ini akan berjalan lebih lancar jika ia sendiri yang memegang kendali sepenuhnya. Saul merasa perlu mengawasi dengan cermat dan membagi tanggung jawab kepemimpinan bersama Pangerannya.
Meskipun ia sadar bahwa jaraknya jauh tertinggal dari saudaranya yang memiliki karisma dan jiwa kepemimpinan yang luar biasa, Saul memberikan apresiasi khusus pada Dignus. Meskipun Dignus belum mencapai tingkatan kepemimpinan mutlak, Jendral Saul melihat dalam dirinya semangat tinggi terhadap tugasnya.
"Bagaimana keadaanmu, Wakil Jendral?" tanya Saul ketika ia berhenti di tempat di mana Dignus dan Sandise beristirahat.
"Aku baik-baik saja, Jendral," jawab Dignus dengan penuh hormat.
"Kita akan beristirahat sejenak, untuk memulihkan stamina kalian," ujar Saul sambil duduk bersandar di bawah pohon yang rindang.
"Baik, Jendral," ujar Sandise setuju sambil mencoba mengatur nafasnya yang masih agak terengah-engah.
Dignus, dengan nada sedikit kecewa, menyuarakan perasaannya. "Aku tak menyangka kita akan kewalahan saat melawan segelintir pasukan saja."
"Tidak apa-apa, Pangeran. Ini adalah pengalaman kalian pertama kali di medan perang, jadi itu wajar," Saul mencoba memberikan semangat pada Dignus, pengalaman pertama di medan perang tidak selalu mudah.
Dignus mendengus kesal, membandingkan dirinya dengan saudaranya, Enid. Saat penaklukan kota Petrolina, Enid berhasil menyelesaikannya hanya dalam waktu satu hari. Enid memimpin para pasukan sepenuhnya dan berhasil menaklukan kota berbenteng batu itu. Dengan melihat prestasi gemilang Enid, Dignus merasa dirinya menyedihkan, dan itulah yang membuatnya kesal.
Saul, yang mengerti apa yang dipikirkan pangeran mudanya itu, mencoba meredakan beban yang dibawa Dignus. "Pangeran, fokuslah pada pertempuran saat ini. Jangan biarkan pikiran negatif merusak konsentrasi Anda. Sebagai pemimpin yang menyusun strategi dalam pertempuran ini, perlu tetap fokus dan percaya pada kemampuan diri sendiri. Saya yakin Anda bisa mengatasi ini dengan baik," ujar Saul dengan bijak, memberikan dorongan semangat kepada Dignus.
Dignus sesaat tersadar oleh nasihat dari Saul, meresapi kata-katanya yang bijak, hingga akhirnya ia memutuskan untuk merubah pandangannya. Ia pun memukul-mukul kepalanya sebagai tanda kesadarannya. Saul dan Sandise yang melihat reaksi tersebut terkejut, namun, segera senyum percaya diri muncul di wajah Dignus, memberikan kelegaan pada mereka.
"Baiklah, kalau begitu," ujar Dignus.
"Kotanya sudah terlihat, mereka sepertinya memasang barikade dan terlihat beberapa orang menjaga di belakangnya dengan tombak," ujar Sandise setelah memfokuskan pandangannya ke depan.
Saul menatap Dignus. "Lalu, bagaimana strategimu, Wakil?" Dignus memandang Saul sejenak, dia sadar jika pertanyaan Saul bukan hanya permintaan biasa, melainkan sebuah ujian terhadap kepemimpinannya.
Dignus berfikir sejenak, memejamkan matanya dan memusatkan pikirannya untuk menyusun strategi. Setelah beberapa saat, ia membuka matanya. "Baiklah, pertama kita akan membagi pasukan menjadi tiga. Pasukan pertama akan ditempatkan di bagian paling depan dengan membawa perisai, untuk menangkis lemparan tombak. Pasukan kedua, sebagai pasukan penyerang, ditempatkan di belakang pasukan berperisai. Terakhir, pasukan ketiga berada paling belakang, mereka akan dipecah menjadi dua untuk menyerang sisi kanan dan sisi kiri," jelas Dignus dengan yakin.
Sandise dan Saul terlihat tengah merenung, mempertimbangkan rencana yang diutarakan oleh Dignus. Dalam keheningan, Dignus menunggu dengan cemas.
"Jadi pasukan pertama dan pasukan kedua akan mengalihkan bagian tengah, lalu bersamaan dengan itu pasukan terakhir menyusup masuk lewat dua sisi kota, benarkah begitu maksudmu?" tanya Sandise, mencoba mengurai rencana Dignus.