Peperangan dan Ambisi: Buku 3. Angin Yang Ternoda Dari Barat

Sicksix
Chapter #8

70. Gegabah

Dibawah komando Dignus, para pasukan kerajaan dengan cekatan berhasil menembus batas kota. Langkah-langkah mereka meluncur tanpa hambatan berarti, berkat Sandise yang berhasil menutup kembali katup jebakan tanah. Pasukan kedua dan pertama dengan segera berkumpul, merangkul kembali kekuatan mereka setelah terpisah oleh perangkap sebelumnya.

Namun, keberhasilan itu tidak datang tanpa konsekuensi. Tersisa kurang dari lima puluh pasukan yang bertahan saat ini, sebuah tim yang terpangkas namun penuh semangat untuk mengejar kemenangan.

Di depan mereka, terbentang alun-alun kota, tempat di mana sekitar empat puluh pasukan Kota Starastok berbaju zirah telah bersiap dengan pedang yang bersinar di genggaman mereka. Berbeda dengan musuh sebelumnya, pasukan ini terlihat lebih siap dan tampak lebih matang.

Dengan langkah mantap, Dignus yang berdiri di barisan depan memandang ke arah Saul. Saul menjawab dengan senyuman, memberi isyarat tak tertulis untuk Dignus memimpin tahap berikutnya.

"Kita telah mencapai puncak ini, dan kita tak boleh menyia-nyiakan pengorbanan teman-teman kita yang telah gugur," ujar Dignus, matanya penuh semangat saat ia menatap pasukannya yang tampak siap tempur terpancar dari mata mereka. Tanpa menunggu lama, ia melanjutkan, "ayo, kita rebut kota ini!" Teriakan penuh semangat Dignus disambut sorakan dari pasukan setianya.

"Serang!" seru Dignus sambil berlari maju dengan pedang-pedangnya, dan para pasukannya dengan cepat mengikutinya. Sementara itu, pasukan lawan yang dipimpin oleh Lord Randalf memilih untuk diam dan bertahan.

"Siapkan perisai kalian, cari celah, dan tusuk mereka!" perintah tegas Randalf kepada pasukannya.

"Siap, tuan!" jawab pasukan Lord Randalf dengan disiplin dan kesiapan yang terlihat dari serentaknya jawaban mereka.

Kota terlihat sepi, tanpa jejak aktivitas apapun, rumah-rumah seakan-akan ditinggalkan begitu saja. Seluruh warga telah diungsikan ke tempat persembunyian seiring dengan tersebarnya kabar perang, yang disampaikan oleh utusan dari kerajaan Satascar.

Lord Randalf, tanpa ragu, menolak tawaran untuk menjadi Vassal yang diajukan seminggu yang lalu. Keputusan ini membuatnya memilih untuk mempertahankan tanah warisan keluarga Heirs of Tree, dan dari situlah letusan perang ini bermula.

Pasukan dari kedua belah pihak bertemu di medan perang, saling bertabrakan dalam serangan dan tangkisan yang bergulir dengan cepat.

Dalam pusaran pertempuran, Dignus dan pasukannya berhasil merusak pertahanan yang diatur rapat oleh Lord Randalf dan pasukannya. Meskipun pasukan kota berada dalam jumlah yang lebih sedikit, mereka tetap semangat untuk melawan.

Lord Randalf, dengan tubuh besar dan berwibawa, memimpin serangan dengan perisai dan pedangnya. Banyak prajurit kerajaan yang terpental dan tertebas oleh serangan ganas yang dilancarkannya. Perang ini menjadi pertempuran sengit di antara kekuatan yang tidak seimbang, tetapi pasukan kota dapat bertahan dengan gigih.

"Demi tanah kita! Pertahankan kota ini!" teriak Lord Randalf sambil mengayunkan pedangnya.

Dignus, memimpin pasukannya dengan penuh semangat. "Kita tak bisa mundur! Pertahankan momentum ini!" teriaknya, menggugah semangat para prajuritnya.

Lihat selengkapnya