Rombongan prajurit dengan zirah kuning dan lambang dua koin di dada mereka membentuk garis yang kukuh, meniti perjalanan dengan tertib di atas punggung kuda. Franc, yang berdiri di halaman istana, memandangi mereka dengan mata penuh kebanggaan. Di antara kumpulan prajurit yang gagah berani itu, terlihat sosok yang menonjol dengan rambut coklat khasnya dan wajah yang mencerminkan usia yang telah lama dijalani. Bendera yang berkibar dengan lambang dua koin dan latar belakang warna kuning berkibar dengan gagah di tengah-tengah rombongan.
Franc mengenali dengan jelas orang yang berada di paling depan barisan prajurit. Kulit wajahnya yang keriput menceritakan cerita perjalanan hidupnya, dan kumis serta janggutnya yang tebal menunjukkan keperkasaan yang telah diukir oleh waktu. Semakin rombongan itu mendekat, Franc semakin tidak sabar untuk bertemu dengan sahabat lamanya, Raja Nolan.
Di samping Franc, sang Ratu, Caseyana, dengan anggunnya menyaksikan kedatangan rombongan tersebut. Lima anak mereka, berdiri di belakang Ratu.
Ketika rombongan berhenti di halaman istana, Franc merasa hatinya berdebar-debar. Begitu lama mereka tidak bertemu, dan kini, dalam suasana yang begitu khidmat, pertemuan itu menjadi semakin berarti. Franc memutuskan untuk menghampiri rombongan itu, langkahnya mantap menapaki tanah halaman istana.
Pria tua yang turun dari kuda itu, walaupun seumuran dengan Franc, kebugaran masih terasa luar biasa, dia masih mampu mengenakan baju zirah yang berat di tubuhnya . Franc melihat sahabat lamanya itu dengan senyuman hangat, merasa lega dan gembira melihat kawan lama setelah begitu lama terpisah.
"Sahabatku, Franc!" seru pria tua itu sambil melangkah cepat mendekati Franc, lalu memeluknya dengan erat, hampir membuat Franc terhempas oleh kekuatan pelukan itu. "Sialan! Aku merindukanmu, pria angin!"
Franc tertawa keras, "Sial, kau terlihat masih bugar, Nolan!" Franc sambil memeriksa wajah sahabatnya itu dengan senyum. "Perjalananmu pasti sangat melelahkan."
Tak lama kemudian, muncul seorang wanita anggun di belakang Nolan. Ratu Aralia memberikan hormat pada Franc. Di sampingnya, seorang gadis muda terlihat, wajahnya seolah adalah campuran dari Nolan dan Aralia, sebagai perwujudan cinta di antara mereka.
"Sudah lama aku tak bertemu denganmu, Franc," ujar Aralia dengan suara lembut.
Franc tersenyum ramah. "Kau masih menakutkan, Aralia," ujarnya sambil menyapa Ratu yang juga sahabat lamanya.
Lalu, ratu itu melangkah mendekat menghampiri Caseyana dan memeluknya erat. Ia kemudian melihat Caseyana dari atas ke bawah dengan senyuman hangat. "Berkacalah, Caseyana. Kau sama sekali tidak berubah, masih sangat cantik," puji Aralia dengan kagum.
"Kau membuatku malu, Aralia. Jika aku cantik, lalu kau disebut apa? Dewi?" balas Caseyana dengan tawa lembut.
Aralia tersenyum sambil menoleh ke belakang, kemudian dengan lembut menarik gadis yang berada di belakangnya. "Dia anakku, Catallina," ujar Aralia sambil mendorong pelan Catallina agar berada di depan.
"Benarkah? Kau cantik sekali," puji Caseyana sambil mengelus lembut kepala Catallina yang tersipu malu. "Berapa umurmu, sayang?" tanya Caseyana dengan penuh kehangatan.
"17, yang mulia," jawab Catallina dengan sopan.
"Jangan panggil seperti itu, cukup bibi saja," ujar Caseyana tak kalah ramah.
"Baik, Bibi," jawab Catallina dengan senyum manisnya dengan sikap malu-malu.
"Sebentar ... umurmu 17, berarti kau lebih tua dari Dignus, dan lebih muda dari Enid. Maukah kau berkenalan dengan anak-anak bibi," tanya Caseyana dengan lembut. Catallina hanya menggangguk setuju, menyambut tawaran dari sang ratu.
Caseyana menoleh ke belakang, mengarahkan pandangannya pada anak-anak mereka yang berdiri berbaris. Matanya berhenti sejenak pada Enid, dan kilas balik ke peristiwa beberapa bulan yang lalu singgah sebentar dalam pikirannya. Namun, dengan cepat, Caseyana mengusir ingatan tersebut, berfokus pada momen sekarang. "Enid, temani Catallina, dan kenalkan pada adik-adikmu," perintah Caseyana dengan suara yang tenang, mencoba menyelimuti rasa kekhawatiran yang tersemat di hatinya.
Enid, tanpa memberikan jawaban, langsung melangkah mendekati Catallina. Pandangan Caseyana singkat terarah pada anak sulungnya itu. Enid terlihat seakan tak perduli dengan Caseyana, hanya fokus membimbing Catallina menuju ke aduk-adiknya.
Caseyana hanya tersenyum kecut, mencoba menyembunyikan perasaan kecewanya. Tiba-tiba, Aralia muncul mendekati Caseyana dan berbisik dengan penuh godaan. "Ada apa dengan ekspresimu itu, kau terlihat mencurigakan," ujar Aralia dengan senyum nakal.
Caseyana terkejut oleh kehadiran mendadak Aralia dan segera menoleh ke arahnya. "Tidak ada yang aneh dengan ekspresiku," ujar Caseyana dengan suara berusaha mempertahankan diri, tetapi ekspresinya membocorkan sekelumit perasaan bimbang yang ada dalam dirinya.
Aralia tersenyum menggoda, rambutnya yang tergerai lepas dihembus angin. Caseyana merasa tak nyaman dengan senyum Aralia yang begitu menggoda, dan dia berbisik mengingatkan sahabatnya itu. "Jangan berpikir yang tidak-tidak!"
Senyum Aralia semakin lebar. "Kau bisa menceritakan padaku, sayang," ujar Aralia, yang bisa langsung tau jika ada yang tidak beres terhadap sahabatnya itu.
"Kau benar-benar tak berubah sama sekali, aku tak suka dengan ekspresimu itu," gumam Caseyana kesal pada sikap Aralia, mencoba menyembunyikan kegelisahannya di balik senyuman tipisnya.