"Raja telah tiba, buka gerbangnya!" teriak salah satu prajurit penjaga gerbang.
Empat orang prajurit berlari dengan terburu-buru, tangan mereka menarik tuas pembuka gerbang dengan sekuat tenaga. Terdengar suara gemuruh saat gerbang megah itu membuka diri.
KRIET!
KRIET!
Seolah menyambut kedatangan sang pemimpin.
Lalu, terdengar suara kuda, sang Raja Nolan memasuki gerbang diikuti oleh barisan prajurit setianya. Di tengah-tengah barisan prajurit, tawanan berbaris dengan diikat tali satu sama lain, ekspresi mereka penuh dengan kebingungan dan ketidakpastian.
Tidak ada sambutan saat itu, keadaan masih hening, dan Aywin maju mendekat menyusul Nolan dengan kudanya.
"Penyerangan mereka terlihat tidak besar, tidak ada bangunan yang rusak," ujar Aywin dengan tegas, matanya memerhatikan sekeliling dengan cermat.
Nolan mengangguk, setuju dengan ucapan Aywin. "de Sun sepertinya telah berhasil mengatasi ini," ujar Nolan, senyum tipis melintas di wajahnya, kepuasan atas keberhasilan tentara bayaran yang dia sewa untuk menjaga kerajaan membuatnya sedikit lega.
"Benar, My King. Tempat ini tampak steril," tambah Aywin.
Rombongan Raja melanjutkan perjalanannya melewati kota yang terlihat sunyi itu. Beberapa warga hanya berani mengintip dari dalam rumah mereka, memberikan senyuman dan ucapan selamat dalam persembunyian mereka. Sebagian lain sedikit membuka pintu rumah mereka, memberi penghormatan kepada sang Raja dan rombongan. Setelah itu, langkah kaki mereka membawa mereka memasuki gerbang megah istana.
Raja Nolan tampak maju dengan mantap menuju istana, sementara itu Jendral tertinggi Aywin menjalankan tugasnya untuk mengurus detail dan keamanan sisa-sisa penyerangan. "Bubarkan pasukan, perintahkan beberapa prajurit untuk mengurus tawanan. Lalu," Sander menghentikan ucapannya, menoleh ke arah Roderick. "Aku akan mengurusnya," ujar Sander, melangkah mendekati Roderick yang berdiri tertunduk di paling depan barisan tawanan.
"Aku akan membawamu, sir Roderick," ujar Sander sambil memandang tajam pada tawanan tersebut, sikapnya tegas.
"Pelan-pelan, bocah," balas Roderick dengan senyum mengejek, mencoba mempertahankan wibawanya di tengah situasi sulit ini.
Lalu pasukan pun dibubarkan, rencana kudeta dari Sir Roderick terhadap pemerintahan Kerajaan berhasil digagalkan oleh Raja Nolan dan pasukannya, korban dari pihak kerajaan yang jatuh hampir setengah pasukan. Sementara itu, pasukan pemberontak dilibas habis, menyisakan beberapa pemberontak dan pimpinan mereka yang berhasil tertangkap.
Nolan turun dari kudanya dengan gagah setelah berada di halaman istana yang penuh dengan jejak-jejak pertempuran. Di sana terlihat Band of de Sun berkumpul, wajah-wajah lelah namun penuh kemenangan. Pemuda tampan berambut emas, Theo, mendekat ke arah Raja Nolan dengan sikap hormat. "Your Grace, my King," ujar pemuda tampan itu sambil membungkukkan badannya dengan tulus.
"Sepertinya kau berhasil mengatasi penyerangan, Theo," ujar Nolan, matanya menyiratkan kebanggaan dan rasa syukur.
"Itu semua berkat bantuan pasukan penjaga istana, Yang Mulia. Sehingga para penyerang tidak bisa memasuki istana, kami berhasil menekuk mereka, dan Jendral Aldrich memimpin dengan gagah berani," jelas Theo, menghormati jasa para prajurit yang berjuang di garis depan pertempuran.
"Syukurlah, aku sangat khawatir saat obor kerajaan berkobar. Namun sepertinya kekhawatiranku hanya sia-sia saja," ujar Nolan tersenyum, tetapi sorot matanya masih serius melihat ekspresi Theo yang sedikit gelisah, tidak tenang seperti biasanya. "Kau tidak terlihat seperti biasanya, nak?"